AKAR GERAKAN ORIENTALISME ( Dari Perang Fisik, Menuju Perang Pikir )
AKAR GERAKAN ORIENTALISME
( Dari Perang Fisik, Menuju Perang Pikir )
Penulis : DR. Adnan M. Wizan
Dirangkum Oleh : Bayu Pramutoko,SE
Buku
ini diawali dengan sebuah pewacanaan orientalisme oleh pengarang dengan
memberikan ilustrasi tajam yang memperlihatkan keburukan pemahaman kaum
orientalis dalam memandang aspek agama Islam dan budaya timur yang
kemudian meluas menjadi dimensi ideologi, agama dan politik menurut
pengarang Orientalisme atau kajian
ketimuran, secara terminologis biasanya identik dengan paradigma
berpikir. Atau lebih tepatnya pengkajian terhadap peradaban masyarakat
Timur secara umum, dan peradaban Islam dan masyarakat Arab secara
khusus. Pada mulanya wilayah kajian orientalisme hanya terbatas pada
kajian keislaman, peradahan Islam, bahasa dan sastra Arab. Kemudian
wilayah kajian ini meluas dan mencakup seluruh aspek kajian ketimuran ,
yakni mulai dan aspek bahasa ketimuran, agama-agama Timur, adat
istiadat, hingga budaya ketimuran. Fokus utama kajian orientalis adalah
agama Islam dan Bahasa Arab, karena keduanya merupakan faktor terbesar
dan ketertarikan orientalis dan menggambarkan kontroversi gagasan,
politik dan teologi yang mewarnai kehidupan masa kini.
Studi
orientalisme, yang bertujuan mengkaji peradaban Islam dan bahasa Arab,
sebenarnya merupakan inspirasi dan generasi masyarakat Eropa dan negara
Barat, sekaligus sebagai tindak lanjut dan Perang Salib seperti yang
akan dijelaskan pada uraian tentang sejarah munculnya orientalisme.
Orientalisme, sebagaimana penuturan para orientalis, dikategorikan
scbagai materi ilmiah yang telah dikenal di dunia internasional dan
menjadi Isi wacana populer pada dunia akademis. Orientalisme telah
hampir dapat dijumpai pada setiap Universitas Barat, hal ini dapat
dilihat dengan banyaknya jumlah sarjana dan pengkaji di berbagai bidang
spesifikasi Era ketimuran yang memperoleh dana sebagai jaminan masa
depan mereka dan kontribusi dalam menjaga di keberlangsungan dunia
akademik. Seluruh praktisi di bidang ini merasakan bagaimana sempurnanya
kekuasaan, kekuatan Pemerintah, Dewan Parlemen, dan Seminaris Gereja
yang memposisikan segala kcmungkinan, di bawah payung undang-undang
mereka demi terlaksananya kajian-kajian, penelitian, interpolasi dan
untuk memelihara minat dan pengetahuan serta semangat praktisi terhadap
kajian orientalisme. Disiplin keilmuan ini juga memiliki faedah yang
sangat besar baik sccara politik maupun idiologi bagi negara Barat,
sebagaimana yang dicontohkan oleh pemerintahan negara-negara Barat pada
Departemen Pendidikan dan Pengajaran yang menyarankan kepada seluruh
lulusan tingkat menengah untuk mengikuti berbagai program studi
orientalisme di Universitas-universitas.
Orientalisme
juga bertujuan membuat bingung kalangan non-muslim untuk menerima dan
memeluk agama Islam melalui imperialisme kolonialis dan kekuatan
ekspedisi missionaris dalam rangka zionisme dan kristenisasi seperti
yang telah dicapai di wilayah Afrika dan Asia Timur.
Para
orientalis, umumnya adalah keturunan Yahudi, Nasrani dan setiap orang
yang mengikuti jejak dan terinspirasi oleh mereka, yaitu generasi
non-Yahudi dan non-Nasrani, termasuk kaum muslimin yang kebarat-baratan
(westernist), yang keluar dari agama Islam karena sependapat dengan
gagasan dan ide-ide orientalis. Kajian orientalisme pada mulanya hanya
dilakukan oleh para pendeta, cendekiawan, dan missionaris. Sebagian dan
mereka tertarik pada teologi dan sebagian lagi sangat peduli pada
kcbangkitan dan pendidikan gereja, terutama di abad pertengahan Artinya,
pada masa itu, para pendeta melakukan spesifikasi pada misi-misi
missionaris, penginjilan dan berpartisipasi membendung segala kesulitan
dan rintangan imperialisme kolonialis serta mempermudah
terealisasikannya cita-cita mereka untuk menghancurkan Islam, baik
dengan cara memata-matai atau melalui konspirasi yang menggemparkan. Walaupun
pengakuan dan paradigma orientalis mengalami kontradiksi, ternyata
keduanya mengarah pada satu titik, yaitu menghancurkan Islam. Seluruh
orientalis berseteru dalam memusuhi Islam padahal mereka tidak
mengetahui realita Islam secara pasti dan penguasaan mereka kurang
tentang bahasa Arab. Orientalis menciptakan fitnah berdasarkan opini
negatif dan penuh permusuhan sebagai warisan dan Perang Salib. Sedangkan
setiap individu yang berpangku tangan atas segala rekayasa yang
ditujukan kepada Islam, adalah tidak jauh berbeda dengan para
orientalis, sebab sikap diam diri menandaskan keabsahan
tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh orang lain. Orang yang
berdiam diri atas kebenaran adalah sama seperti musuh dalam selimut.
Secara
konvensional, peradaban Barat berpijak pada materialisme teologis dan
berdiri di atas reruntuhan peradaban Romawi yang secara teologis
menyembah berhala, bahkan Barat menjadikan Yesus scbagai tameng untuk
menutupi realitas yang ada. Karena itu, Timur (the orient) adalah suatu
bagian integral dan peradaban dan kebudayaan material Eropa berdasarkan
birokrasi-birokrasi kolonial dan gaya-gaya kolonialisme. Orientalisme
terkadang muncul di tengah hiruk pikuk masyarakat yang seakan-akan
memiliki orientasi akademis dan mengkaji peradaban timur.
Dr. Musthafa al-Siba’i telah memetakan watak orientalis secara global sebagai berikut ini:
1. Buruk sangka dan salah paham tcrhadap maksud, tujuan dan problematika Islam.
2. Buruk sangka terhadap masyarakat, pemuda, ulama, dan tokoh-tokoh Islam
3. Mendeskripsikan
masyarakat Islam pada beberapa abad yang silam, khususnya periode
pertama Islam sebagai masyarakat yang bebas, dimana para pembesar dan
pcmimpinnya suka membunuh egoisme kaum lemah.
4. Mendeskripsikan peradaban Islam dengan gambaran keliru dan mendiskreditkan esensi, pcngaruh dan kontribusinya.
5. Minimnya
pengetahuan orientalis tentang realitas citra masyarakat Islam dan
berusaha memberikan pernyataan (statement) tentang moralitas bangsa dan
tradisi negara Islam.
6. Menjadikan
teks bcrdasarkan rasio dan kepentingan-kepentingan mereka,
mendiskreditkan teks tersebut serta menginterpretasikan sebuah teks
untuk mewujudkan impian-impian material mereka.
7. Mereka
terkadang merubah manuskrip-manuskrip dengan maksud menciptakan
kerancuan dan kekacauan, sebagaimana bodohnya mereka memahami
simbol-simbol keagamaan hingga membentuk pola-pola perubahan baru
lainnya.
8. Mereka
mengklaim sumber-sumber referensi yang telah mereka nukil. Penukilan
itu, misalnya, dan buku sastra yang dijadikan patokan untuk sejarah
hadis Nabawi, dan buku-buku sejarah umum yang dijadikan patokan untuk
scjarah syari’at Islam dan fiqih.
Semua
ini merupakan sikap orientalis yang menuruti hawa nafsu dan imaji-imaji
negatif mereka. Bagaimana mungkin dapat mendatangkan sebuah tema dan
metode ilmiah dan suatu referensi sebagai suatu patokan dan rujukan
pengetahuan lainnya?. Bagaimana mungkin untuk meyakinkan pcmbaca tentang
hakikat bahasa dan kaitannya dengan gramatikal, dengan berargumen dan
memberikan statemen dan ilmu kedokteran? Apakah ilmu kedokteran dan
gramatikal bahasa (nahwu) saling berkaitan?. Pernyataan ini merupakan
ungkapan seseorang yang telah disempitkan mata hatinya oleh Allah.
Berkenaan dengan ini Allah swt telah berfirman:
“Barangsiapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia
akan nielapangkan dadanya (menieluk agama Islam). Dan barang siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah
Menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. “
Orientalisme
memiliki tujuan yang beragam dan bentuk yang dinamis dan masa ke masa,
dan satu kondisi menuju kondisi lainnya. Namun orientalisme tidak
terlepas dan tujuan utamanya, yaitu menghancurkan Islam dan
masyarakatnya. Orientalisme yang datang sebelum E.W. Lane, E. Renan, E. Sacy
dan selain mereka, memiliki kesamaan semangat orientalisme yang
terwarisi oleh generasi berikutnya hingga masa sekarang ini. Orientasi
umum mereka dalam melakukan studi ketimuran adalah mencetak ulang
pengalaman masa lalu walaupun pola-pola penginjilan telah meng alami
modifikasi. Bagi mereka, modifikasi peng.injilan adalah untuk
menyesuaikan diri dengan pola-pola kontemporer.
Karya-karya
tentang studi orientalisme memiliki keragaman, baik dan segi kualitas
maupun kuantitasnya. Sebagian karya itu telah membentuk sistem studi
ketimuran dan orientasinya pada Universitas Barat. Sebagian lagi
terfokus pada perkembangan orientalisme, tujuan-tujuannya dan
hasil-hasil yang dicapainya. Sebagian lagi melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan studi orientalisme guna
mencerahkan titik balik peradaban.
Objek
dan sasanan terpenting yang diupayakan orientalis adalah menjadi
manusia-manusia yang mendustai kebenaran, membuka hati bagi kesesatan
dan kekufuran, berdasankan finman Allah:
“Mereka
ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir,
lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kau
jadikan diantara mereka penolong-penolong(Mu) , hingga mereka berhijrah
pada jalan Allah. Maka jika inereka berpaling, tawan dan bunuhlah
dia dimana saja kainu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun
diantara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong”.5
Imaji-imaji
dan rekayasa orientalis tentang Nabi Muhammad saw yang menandaskan
bahwa beliau telah menciptakan al-Qur’an dan mengilustrasikan pada
setiap manusia sebagai firman Allah adalah belahan masa lalu.
Orang-orang musyrik dan kafir Makkah mengklaim bahwa al-Qur’an sebagai
kebohongan seraya berkata: “Al-Qur’an adalah perkataan seorang penyair,
pcrkataan orang gila, perkataan pemuda yang kerasukan jin, dan perkataan
ahli sihir.” Mereka menandaskan pula, bahwa Al. Qur’an merupakan bagian
dan mushaf-mushaf terdahulu. Ungkapan-ungkapan orientalis klasik
tersebut
sama dengan apa yang diungkapan olch para orientalis kontemporer, sebab
kekufuran mereka itu satu aliran, dan karena setiap musuh Islam
bertujuan untuk menciptakan wewenang-wewenang yang dapat memutus relasi
seorang muslim dengan kitab sucinya, Al-Qur’an Al-Karim, kemudian
menciptakan skeptisisme tentang kenabian Muhammad saw.
Karya-karya
orientalis mengenai sejarah Nabi Muhammad saw dan dakwahnya, juga
mencakup perbincangan tentang aqidah (teologi) Islam yang diawali dengan
skeptisisme seseorang tentang kebenaran al-Qur’an, mengilustrasikan
al-Qur’an sebagai buatan Muhammad saw, dan bahwa aktivitas para sahabat
dalam melakukan kodifikasi Al-Qur’an sebagi scbagai firman Allah justru
hanya akan mcnampakkan kesederhanaan mereka, serta keimanan sahabat pada
Nabi Muhammad saw secara buta adalah karena hati nurani mereka telah
disihir sekte baru yang memusuhi Islam, menjauhi agamanya dan mencegah
penyebaran Islam.
Sebelum
mengelaborasi tujuan-tujuan lain dan studi orientalisme, selayaknya
perlu ditarik suatu benang merah scbagai inti dan uraian sebelumnya.
Dengan begitu, dapat memperjelas tujuan-tujuan orientalisme dalam
ungkapan yang lebih simpel, yaitu sebagai berikut:
1. Mengklaim
Islam sebagai agama yang sesat. Islam adalah kekuatan politik yang
menerapkan tindakan represif dan intimidasi, ia menyebarkan teologi yang
sesat dan memaksa suatu bangsa dengan menggunakan pedang untuk menerima
teologi tersebut, sehingga manusia tunduk tanpa syarat. Dengan begitu,
agama Islam bagaikan lingkaran setan yang menakutkan, yang menumpahkan
darah, membunuh dan berperang. Islam juga dituduh sebagai agama yang
digerakkan oleh rasionalitas dan pengetahuan yang keliru.
2. Mengklaim
bahwa dakwah Nabi Muhammad saw dan kcnabiannya adalah tidak benar,
kitab dan sunnah merupakan kreasi Nabi Muhammad, syariah Islam berpijak
pada landasan peradaban yang telah silam. Mereka juga mengatakan bahwa
Nabi Muhammad adalah penyembah berhala dan salah seorang pendusta
Makkah.
3. Menghilangkan
eksistensi Arab, bahasa, dan tradisinya yang kemudian melakukan reduksi
scluruh makna peradaban Arab dan masyarakat muslim untuk merendahkan
kondisi Arab, sebab nabi Muhammad adalahjuga keturunan Arab dan suku
Quraish, disertai pelecehan terhadap bahasa Arab sebagai bahasa
al-Qur’an.
Itu
semua merupakan garis-garis besar dan tujuan utama orientalis, yang
berimplikasi pada munculnya tujuan-tujuan lain dan aspek-aspek studi
orientalisme. Seperti munculnya spesifikasi kajian tradisi Arab Islam
yang memungkinkan untuk memikirkan berbagai standarisasi yang terdapat
dalam karya-karya orientalis dan yang berkaitan dengan bahasa Arab
sebagai bahasa al-Qur’an. Bahwa bahasa Arab tidak layak bagi masyarakat
dan bangsa manapun terutama bagi bangsa selain Arab. Lalu orientalis
menghidupkan kembali bahasa klasik yang telah mati, sebagaimana yang
dilakukan Syambilyon yang menyelidiki batu petunjuk dan berusaha
mcnghidupkan kembali bahasa Hirografi Mesir.
Tujuan
terbesar Yahudi dan Nasrani adalah melakukan kontrol(haimanah) terhadap
bangsa lain yang dapat diselesaikan dengan media material, kebangkitan
yang terdeteksi dan didorong oleh jiwa-jiwa yang hampa. Tetapi jalur ini
tidak berfungsi bagi bangsa-bangsa Islam. Orientalis. Sebagaimana Sebagian
bcsar penulis orientalisme berpendapat bahwa secara garis bcsar
orientalis terbagi ke dalam dua kategori besar. Pertama, sekelompok
orientalis yang bertujuan mendiskreditkan kaum muslimin dan kebudayaan
Islam, serta secara terang-terangan berusaha mcngucilkannya. Hal ini
bisa dijumpai dalam karya-karya seperti Goldziher, Morgoliouth, Schatt,
Guillaume, WM. Watt dan orientalis lainnya. Para orientalis dalam
kategori ini dikenal dengan sikap mereka yang cendcrung mendiskreditkan
Islam dan masyarakat muslim. Sedangkan, kedua adalah sekelompok
orientalis yang berusaha bersikap netral dalam melihat Islam, masyarakat
muslim, dan kebudayaannya.
Salah seorang penulis dalam sebuah karyanya mengatakan: “Orientalis terbagi ke dalam dua kelompok, yakni :
1. Kelompok yang fanatik, dimana mereka dalam studinya tidak sedikitpun dijumpai nilai-nilai ilmiah yang valid.
2. Kelompok yang netral, mereka juga dibagi kedalam dua kelompok, yakni:
a. Kelompok
yang dikenal netral dalam disiplin keilmuannya, namun tidak jarang
menggambarkan bahwa umat Islam bukan umat yang berpengetahuan dan
berpengalaman dalam perang, mereka adalah umat pengecut. Sedangka~
kebijaksanaan, ketenangan, dan pcngalaman Yang dimiliki oleh Shalahuddin
al-Ayyubi hanyalah kebetulan. Sifat-sifat tersebut hanya pantas
disandang oleh orang-orang Eropa, sementara orang Arab dan umat Islam
tidak layak mendapatkannya, karena itu bukan etika dan karakter umat
Islam Selanjutnya ia berpendapat bahwa umat Islam adalah orang kafir,
ingkar, liar dan perampok.
b. Kelompok
yang memiliki tujuan keilmuan murni, mereka menyingkap tradisi Arab dan
Islam yang masih tersembunyi dengan tujuan pendidikan.
Dari
penjelasan buku ini bisa kita perhatikan, begitu banyaknya masyarakat
orientalis memojokan Islam dengan berbagai cara, dan merupakan
kewaspadaan bai kita untuk tidak terpengaruh begitu dalam. Seni
sastrapun menjadi tempat bagi mereka untuk memojokan Islam .
Seorang
sastrawan Jerman, G.E. Lessing (1142-1196 H) (1729-1781 M) menggubah
syair drama pada tahun 1192 H/1778 M yang mengisahkan tentang Perang
Salib pada masa Shalahuddin al-Ayyubi. Gubahan syair ini banyak
mcngandung kesalahan sejarah yang berusaha memanipulasi dan menghina
Islam dan umatnya. Mereka digambarkan oleh penyair sebagai sosok umat
pengecut dan juga menggambarkan kepribadian Shalahuddin alAyyubi sebagai
sosok pengecut dan penakut karena ia mengajukan rekonsiliasi dan
terikat perjanjian dengan orang-orang Kristen dibawah kepemimpinan Raja
Ritchard dengan ketentuan harus menyerahkan saudara perempuannya, Siti
Syam kcpada salah seorang saudara Ritchard. Bagaimana mungkin hal ini
tcrjadi pada seorang pemimpin yang adil, bcriman, dan berkata seperti
Shalahuddin al-Ayyubi yang mengerti hukum-hukum Allah?
Inilah
pola-pola karya sastra Eropa yang digubah dalam bentuk puisi, kisah,
dan sastra. pembicaraan tentang Islam yang dikemas dalam bentuk yang
kacau tersebut adalah rekayasa orang-orang Eropa. Pembicaraan tentang
‘Timur secara umum dan Islam secara khusus dalam sebuah disiplin
keilmuan menurut pandangan orang Barat merupakan persoalan yang
berhubungan dengan masalah Gereja dan strategi imperialisme serta
undang-undang yang tunduk dibawahnya. Pembicaraan mengenai Islam,
peradaban, dan tradisinya tidak patut untuk ditampakkan hal-hal
positifnya bahkan setiap sastrawan atau penulis lainnya harus
mendiskrcditkan Islam dalam tulisannya, seakan-akan ia adalah agama yang
terbelakang, hina, dan tidak dijumpai tanda-tanda kemajuan
peradabannya.
Orientalisme
telah mengganggu wacana dan pola pikir masyarakat muslim, serta
berusaha mem”barat”kannya. Bersandar pada orientalisme pula, seorang
budayawan dapat memperbanyak keuntungan-keuntungan yang dapat diraup.
Sedangkan pengctahuan sosial dalam orientasi gagasan pencliti generasi
muslim, seperti politik Barat, telah menggeser paradigma
pengajaran-pengajaran keislaman dan syari’atnya.
Tidak dapat dipungkiri ketika Allah berfirman: “ Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagai dan
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (‘kejalan yang benar,).’
Maka
bagi umat Islam, hendaknya menjadikan al-Qur’an, sunnah dan hadits Nabi
sebagai sumber rujukan bersama dan mengaplikasikannya dijalan Allah
untuk ketentraman dunia. Menariknya buku ini adalah semangat penulis
dalam memberikan secara rinci berbagai persoalan yang berkaitan langsung
dengan penjajahan kaum orientalis terhadapa pemikiran Islam yang selama
ini mereka kecam sebagai biang keladi kerusakan umat manusia, sebagai
sebuah jawaban dari berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada umat Islam
selama ini. Buku ini juga mampu memberikan pencerahan dari kebuntuan
pola pikir yang sudah terlalu banyak mengadopsi pandangan barat yang
sangat aktif mengampanyekan di kalangan masyarakat Islam.
Inilah
yang sering kita dengar dan baca dan gagasan dan ide mereka yang tak
kunjung padam mengenai relasi Islam dan peradabannya yang senantiasa
mcngarahkan generasi masyarakat muslim. Telah kita ketahui, bahwa sumber
semua itu adalah perang gagasan yang dimunculkan oleh gereja ketika
melakukan pengkajian seputar Timur Islam dan kondisi masyarakat muslim
agar dapat menghancurkan kondisi mereka dan memporak-porandakan
agamanya. Perang gagasan tersebut teraplikasi dalam bentuk
penerjemahan-penerjemahan, interpolasi, manipulasi dan imaji-imaji
negatif tentang Islam dan masyarakatnya.
Setelah
itu, kemudian melebar pada peperangan militeristik yang teraplikasikan
dalam ekspansiekspansi berkesinambungan dan pengamanan wilayah
imperialisme kolonialisme dengan maksud menjadikan negara Islam dalam
bentuk yang kebarat-baratan secara murni serta menjadikan
prinsip-Prinsip positifistik sebagai kiblat yang esensial.
Mencerai-beraikan masyarakat muslim, memecah belah persatuannya dengan
menjadikan satu negara yang memiliki perundang-undangan ganda:
kapitalisme dan sosialisme, dan paradigma beragam: sekulerisme dan
etnisitas,komunisme, dan sebagainya ini:
1. Mcnjernihkan
kehidupan keislaman kontemporer dalam berbagai aspek yang telah
diciptakan oleh missionaris, orientalis dan imperialis kolonialis dalam
bentuk kurikulum, metodologi dan kebudayaan. Maka kita mengulangi
bentuk-bentuk metodologis di sekolah-sekolah yang selaras dengan teologi
dan tuntutan peradaban kita dan eksistensi kita sebagai
Inilah
pola-pola karya sastra Eropa yang digubah dalam bentuk puisi, kisah,
dan sastra. pembic~aan tentang Islam yang dikemas dalam bentuk yang
kacau tersebut adalah rekayasa orangorang Eropa. Pembicaraan tentang
‘Timur secara urnum dan Islam secara khusus dalam sebuah disiplin
keilmuan menurut pandangan orang Barat nierupakan persoalan yang
berhubungan dengan masalah Gereja dan strategi imperialisme serta
~ndang-undang yang tunduk dibawahnya. Pembicaraafl mengenai Islam,
peradaban, dan tradisinya tidak patut untuk ditampakkan hal-hal
positifnya bahkan setiap sastrawan atau penulis lainnya harus
mendiskrcditkan Islam dalam tulisannya, scakanakan ia adalah agama yang
terbelakang, hina, dan tidakdijumpai tanda-tanda kemajuan peradabannya.
Ini
merupakan salah satu metode yang dipraktckkan oleh para sastrawan dalam
tulisan-tulisan niereka tentang Islam sebagaimana dijumpai dalam
kaiya-karya sastra yang berkaitan dengan Timur dan Islam karya Geoffery
Chaucer (741-803H)/(13401400M), kirya Bernard Mandcville (108 1-1 146H)I
(l670-1733M), karya Wiliam Shakeaspere (972l025H) /(1564-1616M), begitu
juga dalam karya John Dryden (1041-1112H)/(1631-1700M), Alexander Pope
(1100-1 157H) /(1688-1744M), G. Byron (1203-1421 H)! (1788-1 824M).
PenulisPeflulis lain mengatakan bahwa ‘Timur adalah negara terbelakang
dan berkedudukan rendah. Jika mereka berkata tentang peradaban Timur,
mereka akan datang kembali dan mempelajarinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar