Apakah Makna Doa yang Sebenarnya?
Allah swt berfirman:
وَ إِذَا سأَلَك عِبَادِى عَنى فَإِنى قَرِيبٌ أُجِيب دَعْوَةَ الدَّاع إِذَا دَعَانِ فَلْيَستَجِيبُوا لى وَلْيُؤْمِنُوا بى لَعَلَّهُمْ يَرْشدُونَ
“Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku
mengijabah doa orang yang bedoa bila ia berdoa kepada-Ku. Maka
hendaknya mereka memenuhi (seruan)Ku dan hendaknya mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam bimbingan.” (Al-Baqarah: 186)
Kandungan makna ayat ini diungkapkan
dengan ungkapan yang paling indah, struktur bahasanya paling indah dan
lembut. Allah swt menggunakan “Aku” tidak menggunakan kata “Dia” dan
lainnya. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah swt terhadap
hamba-Nya dalam hal berdoa.
Penggunaan kata “hamba-hamba-Ku”
jugamenunjukkan juga betapa besarnya perhatian Allah swt dalam hal doa.
Dalam ayat ini tidak menggunakan kata penghubung dalam jawaban, yakni
“Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku…sesungguhnya Aku adalah dekat”,
ditambah menggunakan kata penguat “Sesungguhnya” dan menggunakan isim
“qarib” ini menunjukkan bahwa ketika seorang hamba berdoa kepada Allah,
Ia sangat dekat, tetap dekat dan selalu dekat dengannya.
Penggunaan fiil mudhari’ (kata kerja
untuk waktu sekarang akan datang) dalam hal ijabah, menunjukan bahwa
Allah sedang dan akan mengijabah doa hamba-Nya ketika ia berdoa
kepada-Nya. Adapun maksud membatasi ijabah-Nya yakni “Aku mengijabah doa
orang yang berdoa kepada-Ku” adalah menunjukkan pada hakikat doa, doa
yang sebenarnya. Yakni Allah mengijabah doa hamba-Nya jika ia
benar-benar berdoa kepada-Nya dengan doa yang sebenarnya. Makna inilah
yang juga dimaksudkan oleh firman-Nya:
ادْعُونى أَستَجِب لَكمْ
“Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” (Al-Mukmin: 60)
Dalam ayat terdapat hal yang sangat
penting dan mendalam, yang menginformasikan kepada betapa pentingnya
ijabah doa dan betapa besar perhatian Allah tentang doa. Hal ini
ditunjukkan oleh penggunakan pengulangan tujuh kali kata “Aku”, dan ini
hanya terjadi dalam ayat ini, tidak dalam ayat-ayat yang lain.
Doa artinya memanggil, memusatkan
pandangan yang dipanggil kepada yang memanggil. Adapun makna “As-Sual”,
bertanya atau memohon, adalah ditujukan untuk mendatangkan sesuatu yang
bermanfaat atau menghindarkan sesuatu yang berbahaya. Dengan permohonan
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemohon setelah ia
memusatkan pandangan, dan permohonannya sebagai puncak doa.
Sebagaiman telah kami jelaskan pembahasan
yang lain bahwa ubudiyah berarti mamlukiyah yaitu pemilikan. Sehingga
berarti setiap pemilikan menunjukkan pada penghambaan manusia kepada
Allah swt. Pemilikan Allah berbeda dengan pemilikan selain-Nya, yakni
pemilikan Allah adalah pemilikan yang sebenarnya, sedangkan pemilikan
selain-Nya adalah pemilikan yang tidak sebenarnya. Karena hanya Allah
yang berhak menyandang secara mutlak pemilikan hamba dan yang
dimilikinya. Yakni apa saja yang dimiliki hamba-Nya: isteri, anak,
harta, kedudukan, dan lainnya. Juga dirinya, dan segala organ lahir dan
batinnya.
Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada
pemilikan selain Allah kecuali dengan izin-Nya, bahkan keberadaan
hamba-Nya adalah milik-Nya. Sekiranya Dia tidak mengizinkan niscaya kita
semua tidak akan ada. Hanya Dialah yang menjadikan kita memiliki
pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Dialah yang menciptakan segala
sesuatu dan menentukan kadarnya.
Dari penjelasan ini akan menjadi jelas
bahwa Allah swt mendinding antara sesuatu dan dirinya, antara manusia
dan setiap yang menemaninya: isteri, anak, teman, harta, kedudukan,
kebenaran, dan lainnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa Dia lebih dekat
kepada kita daripada setiap orang dan sesuatu yang dekat dengan kita.
Hanya Dialah Yang Maha Dekat, dan kedekatan maha mutlak. Inilah yang
dimaksudkan oleh firman-Nya:
وَ نحْنُ أَقْرَب إِلَيْهِ مِنكُمْ وَ لَكِن لا تُبْصِرُونَ
“Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)
وَ نحْنُ أَقْرَب إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaaf: 16)
وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يحُولُ بَينَ الْمَرْءِ وَ قَلْبِهِ وَ أَنَّهُ إِلَيْهِ تحْشرُونَ
“Ketahuilah sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.” Al-Anfal: 24)
Pemilikan Allah terhadap hamba-Nya adalah
pemilikan yang sebenarnya. Pemilikan inilah yang mengharuskan setiap
perbuatannya harus sesuai dengan kehendak-Nya tanpa hijab. Ini yang
menunjukkan pada ketetapan bahwa hanya Allah yang mengijabah doa orang
yang berdoa kepada-Nya, menghilangkan kesulitannya, memenuhi
kebutuhannya, dan lainnya. Karena kemutlakan pemilikan-Nya, ilmu dan
kekuasaan-Nya meliputi semua takdir tanpa dibatasi takdir yang lain,
tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang yahudi:
“Sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu
dan menentukan takdir-Nya, maka sempurnalah perkara-Nya, dan terlepaslah
ikatan kendali pengaturan yang baru dari tangan-Nya dengan ketetapan
yang Dia tetapkan atasnya, sehingga tidak ada penghapusan, bada’ dan
pengkabulan doa karena perkaranya telah selesai.”
Juga tidak seperti yang dikatakan oleh
sebagian ummat Islam: “Sesungguhnya Allah terlepas sama sekali dari
setiap perbuatan hamba-Nya.” Ini adalah pernyataan orang-orangt
Qadariyah yang oleh Rasulullah saw dinamakan Majusinya ummat ini. Yakni
dalam hadis: “Qadariyah adalah majusinya ummat ini.”
Jadi, setiap sesuatu tidak akan pernah
terlepas dari pemilian Allah, izin dan kehendak-Nya. Karena itu, tidak
akan terjadi suatu kejadian tanpa izin dan kehendak-Nya walaupun juga
harus berusaha dan berikhtiar. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah
swt:
يَأَيهَا النَّاس أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلى اللَّهِ وَ اللَّهُ هُوَ الْغَنىُّ الْحَمِيدُ
“Hai manusia, kamu yang butuh kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Uraian penjelasan tersebut menunjukkan
bahwa setiap sesuatu diliputi hukum, termasuk juga ijabahnya doa
ditentukan oleh sebab-sebab yang menyebabkan suatu doa diijabah. Seorang
hamba yang berdoa kepada Allah dengan tawadhu’ dan kerendahan hati,
akan menyebabkan ia dekat dengan-Nya dan kedekatan dengan-Nya
menyebabkan doanya diijabah oleh-Nya. Inilah yang dimaksudkan oleh
firman-Nya: “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku.”
Maksud pembatasan tidak lain kecuali
menunjukkan pada syarat-syarat diijabahnya suatu doa. Yakni berdoa
kepada Allah dengan hakikat doa, doa yang sebenarnya. Allah swt hanya
mengijabah hakikat doa. Yakni keinginan yang sesuai dengan pengetahuan
yang fitri, keinginan yang diungkap melalui jalinan yang serasi antara
lisan dan hati. Karena hakikat doa sebenarnya terkandung di dalam hati
lalu diungkapkan dengan lisan yang fitri, bukan dengan ungkapan lisan
yang mengandung benar dan dusta.
Permohonan yang fitri datangnya dari
Allah swt dan itu pasti diijabah. Adapun doa yang tidak diijabah adalah
doa yang kehilangan hakikatnya. Yakni orang yang berdoa tidak mengenal
hakikat permasalahannya. Misalnya memohon untuk menyembuhkan orang yang
sedang sakit, bukan untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Tapi
sekiranya ia mengetahui hakikat permasalahannya pasti doanya diijabah
seperti doa para Nabi untuk menghidupkan orang mati.
Adapun maksud firman Allah swt: “Maka
hendaknya mereka memohon ijabah kepada-Ku dan beriman kepada-Mu, agar
mereka selalu berada bimbingan.” Kalimat ini merupakan jawaban dari
kalimat sebelumnya. Yakni, sesungguhnya dekat kepada hamba-hamba-Nya,
tidak ada sesuatu pun mendindingi antara Dia dan doa mereka, Dialah yang
memiliki pertolongan pada mereka dan apa yang mohon pada-Nya. Karena
itulah, Allah menyeru mereka agar berdoa kepada-Nya, maka penuhi
seruan-Nya, menghadaplah kepada-Nya, percayalah kepada-Nya, dan yakinlah
bahwa Dia sangat dekat dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya, agar mereka
selalu berada bimbingan-Nya dalam berdoa kepada-Nya.
(Disarikan dari Tafsir Al-Mizan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar