Powered By Blogger

Sabtu, 31 Maret 2012

Fukuyama, Sejarah Telah Berakhir

Fukuyama, Sejarah Telah Berakhir

francis_fukuyama
Studi Budaya Dasar karya MAW. Brouwer, yang diterbitkan Penerbit Alumni, tahun 1984. Meskipun buku tersebut “jadoel”, tapi isinya telah menggoda saya untuk ikut masuk ke dalam rentetan kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi pararagraf, sub demi sub, bab demi bab, dan akhirnya saya menemukan bahwa “gerak” yang melandasi adanya kebudayaan.
Brouwer menerangkan bahwa kebudayaan-kebudayaan yang mentas di panggung sejarah adalah ciptaan para ilmuwan maupun para ahli budaya, yang disesuaikan dengan kerangka teroritis yang dimunculkannya. Sebut saja filsuf sejarah Arnold Toynbee dengan teori challange and response, menafsirkan perkembangan kebudayaan sebagai produk kalangan “minoritas-kreatif”, yang berusaha untuk keluar dari keterdesakkan dan bergerak ke depan. Toynbee berkesimpulan bahwa dengan banyak tantangan, suatu bangsa akan maju pada titik yang dituju.
Hegel, Huntington, dan Fukuyama
Brouwer juga menerangkan sedikit tentang GWF. Hegel. Menurutnya, Hegel menerangkan bahwa sejarah dan kebudayaan akan mencapai klimaksnya pada suatu momen absolut. Hegel yakin bahwa gagasan atau ide-ide manusia yang mewujud dalam ruang dan waktu kemudian bergerak ke arah perubahan kebudayaan hingga mencapai puncaknya. Karena itu, menurut Hegel, manusia adalah alat untuk memenuhi tujuan dari proses kesadaran yang menyadari asal-usulnya, mengatasi rintangan dan hambatan, serta merefleksikannya untuk menjadi kesadaran yang lebih tinggi. Wujud praktisnya adalah bangsa bertanding dengan bangsa lain, kebudayaan satu melawan kebudayaan lain (tesis-antitesis) sebagai proses menuju sintesis.
Pandangan Hegel inilah yang menjadi dasar dari teori clash of civilization yang dikemukakan Samuel P. Huntington dan Francis Fukuyama yang mengakhiri pertarungan (dialektika historis) dengan menggulirkan teori the end of history, yang menganggap Demokrasi-Liberal dan Kapitalisme Global sebagai pemenang sejarah.
Menurut Fukuyama, setelah abad enam belas dan tujuh belas masehi proses penciptaan ide dalam sejarah telah berakhir. Selanjutnya tidak akan ada ide-ide baru, tak ada lagi peristiwa-peristiwa dan kemajuan-kemajuan besar lain di dunia ini yang patut dicatat dalam sejarah. Sebab dalam paham negara bahwa Demokrasi Liberal akan dijadikan panutan oleh negara-negara di dunia ini; dan konflik yang terjadi antara individu dan sosial akan berakhir karena kebebasan (bagi) setiap warga telah dijamin oleh negara dengan Demokrasi (dan Hak-hak Asasi Manusia).
Itu sebabnya nanti tidak ada lagi perjuangan untuk mendapatkan pengakuan identitas, altruisme, perjuangan ideology dan semangat patriotisme; karena semuanya akan tergantung dengan perhitungan dan pertimbangan ekonomi dan rasa-pemuasan konsumen yang bercita rasa tinggi serta masalah-masalah teknis yang tak habis-habisnya.
Karena itu, pada periode “akhir sejarah” tidak akan ada lagi seni dan filsafat (baru) dan yang ada hanya pemeliharaan “meseum-meseum ” ilmu pengetahuan manusia yang berkelanjutan. Maka hal ini bisa dimaknai sebagai masa yang diprediksikan bahwa pikiran–pikiran manusia akan terperangkap dalam satu paket besar.
Apalagi ketika setiap manusia atau masyarakat telah mensakralkannya; maka tidak akan berdaya untuk keluar darinya karena yang ada hanya peristiwa-peristiwa yang para pelakunya mengatasnamakan penghargaan terhadap demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar