Nasionalisme dan Sosialisme Islam
rabu 29 maret 2012
Di
sini saya tidak sedang menjelaskan apa yang dimaksud dengan Nasionalisme dan
Islam, tetapi disini saya akan menekankan pentingnya Nasionalisme dan Islam
sebagai suatu isme yang menimbulkan rasa percaya diri, rasa yang perlu sekali
untuk mempertahankan diri didalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan, yang mau
mengalahkan bangsa kita. Rasa percaya diri sendiri yang memberi keteguhan hati
kepada kaum revolusioner-nasionalis dan Islam dalam perjuangannya menuju
Indonesia Jaya.
Hendaklah
kaum Nasionalis tidak mengecilkan segala pergerakan yang tak terbatas pada
Nasionalisme saja, dengan mengambil teladan akan perkataan Kamarachand Gandhi :
“Buat saya, maka cinta saya pada tanah air itu adalah cinta kepada manusia.
Saya ini tidak mengecualikan siapa juga”. Inilah suatu filosofi Gandhi yang
bisa mempersatukan Islam dengan Hindu, Parsi dengan Jain, dan Sikh yang
jumlahnya lebih dari tiga ratus juta orang.
Nasionalisme
yang sejati, yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan akan
susunan ekonomi dunia dan sejarah, dan bukan semata-mata timbul dari
kesombongan bangsa belaka, Nasionasime yang bukan chauvinis, yang menolak faham
sempit budi itu. Nasionalisme sejati yang bukan foto kopi dari nasionalisme
Barat, akan tetapi suatu nasionanalisme yang timbul dari rasa cinta kepada
manusia dan kemanusiaan, sebagai wahyu yang harus dibaktikan.
Janganlah
kaum nasionalis revolusioner memeluk jingo nasionalisme, seperti jingo
nasionalismenya Arya Samad dari India, pembelah dan pemecah persatuan umat
Islam dan Hindu; sebab jingo nasionalisme semacam ini pada akhirnya akan
binasa, karena itu nasionalisme kaum revolusioner haruslah bersendikan kepada
nasionalisme yang lebih suci dari itu.
Adakah
kaum nasionalisme yang sejati keberatan untuk bekerja sama dengan kaum Islam,
oleh karena Islam itu melebihi batas-batas negeri ? Adakah Internasionalisme
Islam adalah suatu rintangan buat gerak nasionalisme, buat geraknya kebangsaan
? Banyak diantara mereka baik dari kaum nasionalisme maupun kaum Islam yang
lupa bahwa mereka memilki tujuan yang sama, yaitu melawan kapitalisme dan
imperialisme Barat, sehingga bukan lawanlah mereka itu melainkan kawan.
Betapa
luhurnya seorang nasionalis jika mereka berfikir, jika Islam sakit, maka Ruh
kemerdekaan Timur tentulah akan sakit juga; sebab semakin banyak negeri muslim
yang jatuh kedalam cengkeraman Imperialisme Barat dan Eropa maka, semakin
kencanglah cengkeraman Imperialisme Eropa dan Barat mencekik kemerdekaan
negeri-negeri Asia, termasuk Indonesia. Islam adalah Internasional, dan jika
Islam bisa bangkit lagi di Timur Tengah, maka nasionalisme kita akan diperkuat
oleh segenap kekuatan Internasional Islam.
Islam
yang sejati tidak berkarakter anti nasionalis dan juga tidak anti sosialis.
Rusaknya sosialisme Islam bukan karena Islam itu sendiri, akan tetapi karena
rusaknya budi pekerti mereka yang menjalankan. Setelah Amir Muawiyah menetapkan
azas Dinasti Keduniawian untuk aturan Khalifah; sesudah dia itu
“kahlifah-khalifah tersebut menjadi raja”, maka semenjak itu rusak sudah
karakter Islam yang sebenarnya; redup sudah api islam. “Amir Muawiyah adalah
yang paling bertanggung jawab terhadap rusaknya karakter Islam yang sebenarnya
sosialis” demikianlah HOS Cokroaminoto pernah berkata.
Oleh
karena itu selama Kaum Islam progresif dan fundamental memusuhi paham
nasionalis dan sosialis maka mereka tidak berdi diatas Sirothol Mustaqim;
selama itu Islam tidak akan bisa bangkit kembali. Kita tidak mengatakan bahwa
Islam setuju dengan faham Materialistis; sama sekali tidak melupakan bahwa
Islam melebihi sebuah bangsa, Internasionalisme. Kita hanya mengatakan Islam
yang sejati mangandung sosialis dan mengandung kewajiban-kewajiban yang menjadi
kewajibannya nasionalis. Sayed Jamaludin Al Afgani seorang tokoh revolusioner
Islam telah mengobarkan Nasionalisme dan patriotisme Islam sehingga disebut
sebagi seorang fanatis oleh musuh-musuhnya., dan bukan beliau saja yang menjadi
penanam benih nasionalisme dan cinta bangsa. Arabi Pasha, Muhamad Ali, Ali Syariati,
Mustafa kamil adalah panglima-panglima Islam yang mengajarkan cinta bangsa.
Semuanya adalah propagandis nasionalis di negerinya.
Demikian
semua riwayat-riwayat mereka para panglima Islam dalam memperjuangkan
nasionalisme, hendaknya kaum revolusioner Islam bisa meneruskan perjuangan
mereka dan tidak menolak nasionalisme dan sosialis, karena hanya menunjukan
bahwa kalian adalah kaum yang berbudi sempit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar