Powered By Blogger

Sabtu, 31 Maret 2012

Politik Dalam Agama


Politik Dalam Agama
ARTIKEL: Politik Dalam Agama - syahran.teokrasi


"maka berkat Rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras & berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka & mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka untuk urusan itu, kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah." (Ali Imran: 159)
"dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka" (Asy-Syura: 38)
"wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan." (Al-Ma'idah: 8)
"sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (An-Nisa': 58)
"maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai Hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa':65)
"serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat Petunjuk." (An-Nahl: 125)
"wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. sungguh, yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (Al-Hujurat: 13)
"Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104)

Ayat-ayat al-Qur'an tersebut adalah bukti dan alasan bahwa bukan suatu pelanggaran jika kita berpolitik praktis, malah jika kita hubungkan kepada prinsip-prinsip dasar berpolitik, semuanya menjadi saling menguatkan dengan ayat-ayat al-Qur'an tadi, dan jadilah politik sesuatu yang wajib bagi kita.Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa diantara kamu melihat sebuah kemungkaran maka hendaknya ia merubahnya dengan tangannya (kekuasaan yang besar dan bersifat fisik, militer misalnya) apabila tidak mampu maka hendaknya ia merubahnya dengan mulutnya (dengan perkataan, kritik dan nasehat misalnya) apabila tidak mampu juga, lakukan dengan hati (pada diri sendiri yaitu dengan hati, agar tidak mengikuti kemungkaran tersebut juga) dan itu adalah tingkatan iman yang paling rendah.Rendahnya iman ditandai dengan sedikitnya atau tidak ada sama sekali usaha yang dilakukan untuk merubah kemunkaran tadi. Sedangkan usaha tersebut sangat tergantung dengan sarana kekuasaan, yang jadi permasalahannya selanjutnya adalah cara mendapatkan serta mempengaruhi kekuasaan tersebut. Pada zaman sekarang dengan keadaan yang tidak terlalu menguntungkan, tidak ada cara paling efektif selain berpolitik.
Sebuah USHUL FIQH yang disepakati mayoritas ulama dan pemikir islam menyebutkan, SEGALA SESUATU YANG MENYEBABKAN SATU KEWAJIBAN (contohnya, Syari'at Islam) TIDAK SEMPURNA KECUALI DENGANNYA (Politik), MAKA HUKUM SESUATU ITU (Politik) WAJIB JUGA.
Memang banyak hasil pemikiran dan diskusi yang berkembang saat ini yang dibedah oleh pemikir-pemikir muslim ekstremis (garis keras) yang cenderung berlebih-lebihan (Ghuluw) dalam menyikapi muslim moderat (pertengahan) lainnya berpolitik.Begitu juga para penganut paham sekular yang mengaku muslim, mereka ini beranggapan bahwa agama seharusnya dipisahkan dari politik pemerintahan, dunia harus dipisahkan dengan akhirat dan hukum manusia juga harus dipisahkan dengan hukum tuhan, manusia dan tuhan hanya memiliki hubungan yang bersifat ruhani saja. Jangan lupa juga dengan para penganut aliran SUFI yang malah memisahkan diri dari dunia dan aspek-aspek materi serta kebendaan, hanya karena menganggap 'perhiasan' dunia bisa menghalangi dirinya dari jalan Allah. Untuk yang satu ini (SUFI/TASAWUF) Muhammad al-Ghazali berkomentar, harta benda didunia ini justru sangat penting untuk berjuang dijalan Allah serta harus dimaksimalkan, dan konsep zuhud yang benar tidak menjadikan hidup kita mundur.
Akibat dari pandangan yang ketinggalan jaman & dangkal serta tidak pada tempatnya tersebut, kemudian pemaknaan agama islam yang sepotong-sepotong, menjadikan orang-orang yang anti-politik, amburadul serta eksklusif. Mereka hanya menerima pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan sudut pandang mereka (ekstremis, sekular dan sufi) walau pemikiran tersebut dari bukti sejarah kegelapan yang terjadi dibarat karena kungkungan Gereja Kristen yang berpolitik & tidak berlandaskan islam yang menyeluruh dan universal, tetap saja diresapi semuanya dan didoktrin habis-habis. Sedangkan hasil pemikiran & bukti-bukti yang pro-politik, benar-benar dikritisi secara sepihak serta diasingkan atau tidak diperdulikan, malah pemikirin pro-politik tersebut dituduh menyesatkan & ...
...pembawa bid'ah oleh para sekuler dan muslim ekstremis, walaupun kebenaran ada didepan hidung mereka.
Seorang ilmuwan dari universitas Yordania, Fathi al-Duranyi memberikan pendapatnya mengenai politik dalam agama, beliau berpendapat islam telah menimbulkan satu revolusi terhadap konsep agama. Berbeda dengan agama lain, islam memandang agama memiliki hubungan dengan politik, agama dengan sains, dunia dengan akhirat. Hal-hal yang selalu dilihat terpisah. Beliau juga berkata, segala aktifitas seorang muslim terutamanya aktifitas politik dihitung sebagai ibadah.
Sedangkan Yusuf al-Qardhawi, seorang intelektual muslim, mengatakan, terdapat hubungan simbiosis antara islam dengan politik sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan daripada hakikat islam itu sendiri. Penolakan & pemisahan politik daripada islam merupakan satu kejahilan & miskonsepsi terhadap hakikat islam.
Memang tidak disebutkan didalam al-Qur'an secara gamblang dan kasat mata bahwa jenis sistem pemerintahan model apa yang seharusnya diterapkan, karena tidak ada sistem kehidupan model apapun yang disebutkan baik dalam politik, pendidikan, sains, ekonomi dan lain-lain. Al-Qur'an juga tidak menyebutkan nama partai politik mana saja yang harus didukung, begitu juga dengan organisasi-organisasi serta jamaah-jamaah islam. Semua sudah diberikan secara garis besarnya saja yang sudah universal dan untuk semua zaman, tinggal manusianya yang membaca ayatnya, mempelajari maknanya sesuai dengan hukum-hukum & adab-adabnya melalui Hadits-hadits yang shahih lalu mengamalkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Selain daripada hukum-hukum, adab, prinsip dan garis panduan yang diberikan al-Qur'an dan al-Hadits, islam-pun memberikan kelonggaran untuk memikirkan sendiri kaedah & bentuk pemerintahan yang di inginkan sesuai tuntutan zaman. Hal tersebut mencerminkan hukum yang sesuai fitrah manusia dan rasionalitas islam sebagai agama. Ia juga sesuai dengan sasaran hukum untuk menjaga kemashlahatan dan kepentingan manusia. Muhammad SAW sendiri tidak diutus untuk menjadi pemimpin politik, tetapi lebih tinggi dari itu yaitu seorang Rasul. Perlu dijelaskan, beliau menjadi Rasul tidak sebatas menyampaikan misi Allah, tetapi juga menjadi contoh & tauladan dalam ber-islam sebagai WAY OF LIFE. Muhammad SAW membawa misi perubahan bagi umat manusia. Dalam waktu singkat, beliau merubah gaya kehidupan bangsa Arab melalui budaya, sosial, ekonomi dan politik yang berubah menjadi maju & gemilang. Hal-hal tersebut berhasih dikarenakan beliau sudah mengatur strategi yang jitu & bijaksana. Semua dapat dilihat, bagaimana beliau mengatur perpindahan umatnya (Hijrah) dari kota Makkah ke Madinah, membangun & mengokohkan persatuan serta persaudaraan, mengatur tatanan kehidupan mulai dari ekonomi, sosial, politik dan kemamanan umat islam dimadinah, begitu juga dengan piagam Madinah yang dirumuskan adalah satu Undang-Undang Dasar pertama didunia karena ia dihasilkan dimasa dunia diperintah dengan sistem yang tidak memiliki undang-undang & tidak mengenal kedaulatan hukum.
Maka sudah jelas bahwa hubungan politik adalah suatu kebutuhan bagi umat islam, karena politik adalah alat yang sah & harus dimiliki untuk melakukan perubahan. Dengan memahami islam secara menyeluruh & konsisten, akan sangat terasa betapa kebutuhan yang satu ini, benar-benar menjadi penopang bagi kehidupan yang diinginkan.
Sejarah mencatat bagaimana kekuasan pemerintahan yang berlandaskan agama kristen dipegang sepenuhnya oleh gereja dibarat pada zaman pertengahan sebagai satu pengalaman buruk bagi masyarakat barat pada abad ke 17, penolakan keras terhadap kekuasaan gereja kristen yang memerintah secara mutlak masyarakatnya selama seribu tahun menjadi pengalaman pahit terhadap agama. Kebencian terhadap agama pada umumnya & kebencian terhadap sistem pemerintahan agama khususnya. Doktrin-doktrin kesucian & kependetaan pada agama kristen yang menjadi penguasa saat itu tidak wujud dalam agama islam, berarti ketakutan kelompok-kelompok ekstremis dan para sekuler terhadap PEMERINTAHAN BERDASARKAN AGAMA ISLAM, hanyalah prasangka yang buruk. Dalam agama islam tidak ada kelembagaan maupun badan institusi golongan agama (Clergy). Keilmuwan islam terbuka bagi siapa saja, tidak ada kasta, tidak juga pangkat agama. Hanya kelompok masyarakatlah yang punya kewenangan memberikan pangkat kehormatan bagi siapa saja yang mereka inginkan, Tidak tercampuri dengan agama islam. Ulama-ulama islam tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa taat dan mengklain selalu benar terhadap kebenaran, mereka juga tidak berbicara atas nama Tuhan. Begitu juga jika menjadi Persiden sebuah negara islam, tidak ada syarat dan aturan yang mengharuskan seorang ulama yang menjadi persiden, tetapi hanya mensyaratkan orang-orang yang BERILMU yang semestinya menjadi Persiden. Karena ilmu adalah dasar peradaban islam.
Sayyid Qutb menjelaskan sendiri bahwa dalam agama islam, islam menolak sistem pemerintahan agama yang pernah berlaku dibarat pada zaman kegelapan dahulu. Karena kuasa Tuhan dalam islam tidak boleh di wakili oleh satu golongan yang mengklaim ada hubungan komunikasi eksklusif dengan tuhan.
Abul A'la Mawdudi malah mengatakan bahwa islam berada ditengah-tengah antara keduanya, kepemimpinan agama (Teokrasi) dan kepemimpinan massa (Demokrasi). beliau sendiri membuat nama baru bagi sistem politik islam yaitu Teodemokrasi, sebuah jalan tengah antara Teokrasi dan Demokrasi.
Sedangkan Yusuf al-Qardhawi, lebih mendukung pemahaman bahwa, sejatinya Demokrasi buatan barat adalah 'salinan' yang diambil dari unsur-unsur peradaban khazanah islam yang sedikit ditambah & dikurangi. contohnya, kecintaan & ketaatan umat islam kepada Allah SWT, dikonversi menjadi kecintaan & ketaatan kepada Negara serta Golongannya saja. Demokrasi yang dihasilkan oleh barat, sama dengan teknik jiplakan bidang kedokteran, sains & matematika yang diambil dari ilmuwan islam di Andalusia pada abad 14-15.
Pemerintahan islami sangat mendukung kemajuan dalam semua bidang. Sangat jauh berbeda dengan pemerintahan gereja kristen yang tidak masuk akal serta anti kemajuan teknologi dan sains.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar