Powered By Blogger

Sabtu, 31 Maret 2012

A t e i s

A t e i s

at
Sunan Gunung Djati-Di suatu hari seorang gila berlari ke tengah kerumunan lalu berteriak, “Aku mencari Tuhan! Aku mencari Tuhan!” Orang-orang lalu berkumpul dan menontonnya.
“Memangnya, Tuhan pergi kemana, Dia lari atau pindah rumah?” Tannya seorang penonton dengan sinis. Orang gila itu menatap tajam semua orang kemudian bertannya “Coba terka kemana Tuhan pergi? Aku mau mengatakan kepada kalian. Kita telah membunuhnya!”
Kisah di atas hanyalah metaforika Nietszche (1844-1900). Tuhan bagi Nietszche tidak wujud diluar sana. Nietszche juga jengkel pada sesuatu yang disebut Tuhan. Tuhan baginya hanya ada dalam pikiran. Ateisme ala Nietszche bukan tanpa preseden. Orang Barat nampaknya sudah lama gerah dengan agama. “Siapa yang beragama pasti tidak bebas.” kata Nietszche. Agama dianggap mengebiri kebebasan.
Ateis bahkan seperti plesetan dan penghinaan. “kamu ateis!” sama maksudnya dengan’’Kamu anarkis!Kamu koruptor!’’Ateis malah bisa berarti sifat orang yang tidak saleh. Thomas Nase (1567-1601), ambius, tamak, rakus, sombong dan pezina termasuk ateis. Lebih menggelikan lagi stándar Penyaiar Wiliam Vaughan (1577-1641) tanda ateis yang nyata ádala menaikan sewa rumah. Pendek kata semua yang buruk ádala ateis.
Ateis yang agak akademis ádalah yang kritis pada teologi Kristen. Giordano Burno (1548-1600), tokoh rasionalis Italia, Piere Carvin, Pendeta Robinson, Schleirmacher (1768-1838) tokoh heremenutika ádala pengkritik teologi Kristen dan dianggap ateis.
Ateis yang lebih canggih adalah yang berani menggugat Tuhan. “Tuhan Yahudi dan Kristen adalah tiran,” kata Hegel (1770-1831) dan Kant (1724-1804).Tuhan bagi mereka adalah tirani jiwa “the stodgy old tyran of the soul”. Bukan Tuhan agama-agama, karena Ia dianggap sudah tidak ada. Inilah Tuhan yang di bunuh oleh Nietszche itu.
Karen Amstrong dalam A History of God menyindir peran teolog yang tidak siap untuk berdialog. Tapi fiosof dan saintis terus menggugat dan memberengus agama. Moto mereka sederhana “Bicaraah ilmu apa saja tapi jangan bawa-bawa Tuhan”. Kalau bicara Tuhan dalam sain Anda salah kamar. Sorry, sir, this is a science not theologhy! Teori-teori Ludwig Feurbach, Karl Marx, Charles Darwin, Friedrich Nietszche bdan Sigmund Freud pun tidak memberi ruang untuk Tuhan.
E Loen lalu menulis buku Secularization, SciencenWithout God. Dunia ini bagi saintis adalah godless. Dalam buku The Grand Design Stephen Hawking meyakinkan bahwa “M-Theory”, sebuah bentuk dari string theory, bisa menjelaskan penciptaan alam semesta.“Tidak perlu membawa-bawa Tuhan seolah-olah Ia yang memicu terciptanya alam semesta”, tulis Hawking. Melalui bukunya “The Grand Design“, Stephen Hawking mementahkan keyakinan Isaac Newton – dan juga pandangan Hawking sendiri – bahwa jagat raya termasuk Bumi terbentuk akibat campur tangan ilahi.The Grand Design, Hawking sebetulnya telah menentang pendapatnya sendiri, dalam bukunya yang terbit pada tahun 1988, A Brief History of Time, Hawking menegaskan kepercayaannya akan campur tangan Tuhan dalam penciptaan alam semesta.
Sains bicara Tuhan dianggap tidak obyekti lagi. Jadi ateis di zaman moderen adalah ateis epistemalogi. Orang menjadi ateis bukan hanya lemah ilman tapi salah ilmu. Ilmunya tidak menambah imannya. Epistemaloginya tidak teologis dan teologinyanti dak epistemalogis. Dalam Islam, hati yang tak berzikir adlah mati, dan otak yang tidak bertafakur adlah kufur. Jika beriman pada Tuhan merupakan fitrah semua insan maka ketika Nietszche membunuh Tuhan dalam hati dan pikirannya maka ia telah membunuh fitrahnya sendiri. Pertanyaan yang menggurita negri ini adalah beranikah kita menyebut’’KORUPTOR adalah ATEIS?,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar