Zikrullah
adalah aktivitas Anbiyah as dan para Aimmah as, mereka tidak pernah
lepas dari mengingat Allah SWT. Sebagaimana yang diriwayatkan Ibn
Asakir dalam Tarikh Dimasyq, II, hal. 439, Rasulullah saww sampai
menyebut Imam Ali as sebagai orang yang selalu berzikir (da’im
az-zikr). D
|
Ismail Amin
“Barang
siapa yang berpaling dari mengingat Tuhan Yang Maha Pemurah, Kami
kuasakan atasnya setan (yang menyesatkan), lalu setan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Qs. Az-Zukhruf: 36).
Dari
ayat suci ini jelas dan terang, bahwa untuk tidak terjebak pada
penguasaan syaitan maka kita tidak boleh lalai apalagi berpaling dari
mengingat Allah SWT. Keutamaan mengingat Allah bukan sekedar agar
terhindar dan terlepas dari godaan dan gangguan syaitan, namun lebih
dari itu, mengingat Allah adalah ibadah yang lebih besar keutamaannya
dibanding ibadah-ibadah yang lain. Allah SWT berfirman, “…dan
sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain).” (Qs. Al-Ankabut: 45). Dikatakan mengingat
Allah (dzikrullah) lebih besar keutamaannya karena pada hakikatnya
setiap ibadah yang dilakukan (shalat, zakat, puasa, naik haji, jihad,
‘amar ma’ruf nahi munkar dan lain-lain) adalah dalam rangka semata-mata
untuk mengingat Allah. Ayatullah Husain Mazhahiri dalam kitabnya Jihad
an-Nafs menafsirkan firman Allah SWT, “Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat-Ku.” (Qs. Thaha: 41) dengan mengartikan, “Tidak
ada Tuhan yang memberikan pengaruh di alam wujud selain Aku, dan wajib
atas kamu beribadah kepada-Ku dengan tujuan mengingat Aku, yang
merupakan sebesar-besarnya kewajiban.”
Hal
lain yang menunjukkan keutamaan dzikrullah dibanding ibadah lain,
misalnya dalam shalat, haji, zakat, puasa ataupun jihad pengamalannya
memiliki syarat-syarat, batasan-batasan, situasi dan kondisi tertentu,
dan waktu-waktu yang telah ditentukan, sementara zikir tidak. Allah SWT
memerintahkan, “Hai orang-orang beriman, berzikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Qs. Al-Ahzab: 41). Jika ibadah
lain yang dituntut adalah kualitasnya, zikir sedikit berbeda, yang
dituntut adalah kuantitasnya. Puasa misalnya, kita hanya diwajibkan
untuk melakukannya di bulan Ramadhan saja, haji hanya pada Dzulhijjah
saja, shalat fardhu pada waktu-waktu dan tempat yang telah ditentukan
namun zikir bisa dilakukan kapan, dimana saja dan dalam setiap keadaan.
Perintah Allah untuk berzikir sebanyak-banyaknya, menunjukkan tidak ada
batasan waktu untuk berzikir. Allah menyifatkan ibadah-ibadah yang lain
dengan ‘amalan shâlihâ bukan ‘amalan katsîrâ. Namun khusus untuk zikir,
Al-Quran memakai kata sifat dzikran katsîrâ bukan dzikran shâlihâ. Ini
juga bisa diartikan, betapa pun jelek kualitas zikir kita, kita tetap
dianjurkan untuk berzikir sebanyak-banyaknya. Zikir dianjurkan untuk
dilakukan dalam setiap keadaan, sambil berdiri, duduk atau dalam
keadaan berbaring, bahkan dalam keadaan sibuk mencari rezeki sekalipun.
Allah SWT berfirman, “Apabila salat telah ditunaikan, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Qs. Al-Jumuah: 10). 7.
Sungguh indah Allah SWT yang menyampaikan, “Kaum laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut
kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi
balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik daripada apa
yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya
kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Qs. An-Nur: 37-38).
Orang-orang
yang senantiasa mengingat Allah disebut oleh Allah SWT sebagai
orang-orang yang berakal (Ulil Albab). Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.” (Qs. Ali-Imran: 190-191). Jika Allah SWT menjadikan zikir
sebanyak-banyaknya sebagai tanda dari Ulil Albab (orang-orang yang
berakal) maka bagi yang zikirnya sedikit, Allah menyebutnya sebagai
tanda kemunafikan. Allah SWT berfirman tentang orang-orang munafik,
“…dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Qs.
An-Nisa’: 142). Sedangkan bagi yang sama sekali lalai dan berpaling
dari zikrullah maka Allah menyifatkannya sebagai teman-teman syaitan,
“Barang siapa yang berpaling dari mengingat Tuhan Yang Maha Pemurah,
Kami kuasakan atasnya setan (yang menyesatkan), lalu setan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Qs. Az-Zukhruf: 36). Bahkan
dalam ayat lain dikatakan termasuk dalam golongan syaitan, “Syaitan
telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah;
mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan
syaitan itulah golongan yang merugi. (Qs. Al Mujaadilah: 19).
Naudzubillah.
Zikrullah
adalah aktivitas Anbiyah as dan para Aimmah as, mereka tidak pernah
lepas dari mengingat Allah SWT. Sebagaimana yang diriwayatkan Ibn
Asakir dalam Tarikh Dimasyq, II, hal. 439, Rasulullah saww sampai
menyebut Imam Ali as sebagai orang yang selalu berzikir (da’im
az-zikr). Dalam banyak ayat, secara khusus Allah SWT memerintahkan
kepada kekasih-Nya Muhammad saww untuk senantiasa berzikir, “…Dan
sebutlah nama Tuhan-mu pada (waktu) pagi dan petang. Dan di malam hari,
bersujud dan bertasbihlah kepada-Nya pada sebagian besar malam.” (Qs.
Al-Insan: 25-26). Zikir bisa dilakukan dengan dua cara, zikir secara
lisan (lafzhi) sebagaimana dalam perintah, “Sebutlah!”dan zikir dengan
hati (qalbi) sebagaimana dalam perintah, “Ingatlah!”.. Keduanya sangat
berpengaruh pada jiwa. Lewat berzikir dan mengingat Allah maka
pintu-pintu jalan bagi syaitan untuk memberi pengaruh akan tertutup
rapat, baik syaitan dari kalangan jin maupun manusia. Zikir juga dapat
menghilangkan was-was, keraguan dan menentramkan batin, Allah SWT
berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (Qs. Ar Ra'd: 28).
Terakhir,
untuk tulisan ini. Ada hadits qudsi yang diriwayatkan secara muttafaq
‘alaihi, yakni diriwayatkan oleh dua Imam ahli hadits Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, Imam Bukhari dan Imam Muslim, sehingga sulit untuk melemahkan
kedudukannya, sayangnya sering dipenggal secara sepihak oleh pihak
tertentu. Dari Abu Hurairah, Allah SWT berfirman lewat lisan Nabiullah
Muhammad saw, “Aku
terserah kepada persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Jika ia mengingat-Ku
(berzikir) dalam dirinya, Aku akan menyebutnya dalam diri-Ku. Jika ia
mengingat-Ku di dalam sebuah jama’ah, Aku akan menyebutnya di dalam
jama’ah yang lebih baik dari mereka”.
Ya, ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, dalam setiap keadaan, dalam keadaan berkesendirian, dalam keadaan berjama'ah....
Qom, 27 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar