Ismail Amin
Akidah
Islamiyah adalah kumpulan kaidah, hukum, landasan, perintah, larangan
dan pengetahuan yang universal dan terperinci yang diturunkan Allah SWT
kepada hamba-Nya, Muhammad SAW. Rasululullah SAW bertugas memberikan
penjelasan kepada umat mausia melalui perantara dakwah dan daulah yang
dipimpinnya sendiri. Oleh karena itu setiap perkataan, perbuatan dan
taqrir Rasulullah SAW adalah juga aturan Ilahi sebagai pelengkap
Al-Qur’an. Semasa hidupnya, Rasulullah menjadi satu-satunya sumber
rujukan syar’i yang merupakan pengejewantahan akidah Ilahiah. Adalah
mustahil jika aqidah yang berasal dari Allah ini dibiarkan tanpa
seorang rujukan yang bertugas menjelaskan aqidah tersebut. Sumber
rujukan ini haruslah orang yang memiliki pengetahuan Ilahiah, paling
baik, afdhal dan tepat dari sekian manusia yang ada. Untuk memilih dan
mengangkat orang yang memiliki kapasitas itu, hanya Allah sendirilah
yang berhak menentukan. Sejarah perjalanan manusiapun membuktikan,
semua nabi-nabi yang 124 ribu jumlahnya diutus dan diangkat oleh Allah
SWT. Tak sekalipun Allah SWT menyerahkan penentuan dan pemilihan orang
yang menjadi sumber rujukan kepada hawa nafsu dan pendapat-pendapat
manusia. Begitulah sejarah membuktikan, dan tidak ada seorangpun yang
menyelisihi ini.
Lewat
tulisan ini, saya ingin memperlihatkan ada realitas lain selain Nabi
dan Rasul yang juga menjadi ketetapan Ilahi. Allah SWT berfirman, "Dan
ingatlah ketika Ibrahim di uji Tuhannya dengan beberapa perintah, lalu
Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman :"Sesungguhnya Aku akan
menjadikanmu seorang Imam bagi umat manusia." Ibrahim berkata, "(Dan
aku mohon juga) dari keturunanku." Allah berfirman :"Janji-Ku (ini)
tidak mengenai orang yang zalim." (Qs. Al-Baqarah : 124).
Ayat
ini menunjukkan bahwa menurut Al-Qur'an ada satu lagi realitas selain
nabi dan rasul yakni imam, sebab bukankah penunjukan Ibrahim sebagai
imam setelah ia menjadi nabi dan rasul dengan berbagai ujian ?. Dalam
ayat lain Allah SWT berfirman, "Dan Kami menganugerahkan kepadanya
(Ibrahim), Ishak dan Yaqub sebagai suatu anugerah. Dan masing-masing
Kami jadikan orang yang saleh. Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami
wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah." (Qs.
Al-Anbiya : 73). Di ayat lain, "…Kemudian Allah memberinya (Dawud)
kerajaan dan hikmah dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki." (Qs.
Al-Baqarah : 41). Dari ayat-ayat ini menunjukkan bahwa penunjukkan
imam, khalifah ataupun pemimpin atas umat manusia adalah wewenang dan
otoritas mutlak Allah SWT sebagaimana penunjukan nabi dan rasul.
Sebagaimana
surah Al-Baqarah ayat 124 di atas, kedudukan imam sebagai jabatan
langit selain nabi dan rasul juga dianugerahkan kepada keturunan
biologis nabi Ibrahim as.
Pada
dasarnya, jabatan imam Allah merupakan tunas dari “Pohon Kejadian” yang
menjadi tujuan atas penciptaan manusia di bumi. Sedangkan kenabian atau
kerasulan adalah cabang dari “Pohon Kejadian” tersebut. Artiya,
institusi ilahiah ini secara gradual diawali lebih dahulu oleh
kenabian, kerasulan dan berakhir pada keimamahan. Ini bisa dimaklumi
bahwa tidak mungkin ada hukum tanpa ada hakim. Hukum Islam telah
sempurna, karenanya dengan wafatnya Nabi terakhir meniscayakan adanya
hakim Ilahiah yang mendampingi pelaksanaan hukum. Hakim di bumi inilah
yang disebut Imam.
Setelah
nabi Ibrahim as wafat, jabatan-jabatan ini terus diwariskan melalui
keturunan biologis Ismail dan Ishak yang mana keduanya adalah nabi.
Dalam Alkitab dinubuatkan bahwa dari Ismail dan keturunannya akan
muncul duabelas orang imam “Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan
permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak;
ia akan memperanakkan dua belas imam dan Aku akan membuatnya menjadi
umat yang besar (Kejadian 17:20). Kondisi serupa juga ditampakkan
kepada bangsa Israel pada zaman Musa as yang mana dia telah
diperintahkan oleh Allah untuk melantik dua belas orang imam yang
dikepalai oleh Harun dan keturunannya, “Dan sesungguhnya Allah telah
mengambil perjanjian dari Bani Israil dan telah Kami angkat di antara
mereka 12 orang pemimpin” (QS. Al-Maidah :12)
Pelantikan
para imam Allah ini menandai kesempurnaan RisalahNya dan puncak dari
perjanjian antara Allah dan para nabi yang ditugaskan untuk
menyampaikan AjaranNya kepada manusia. Bahkan fungsi utama dari
pengutusan seorang nabi atau rasul itu adalah untuk menegakkan kerajaan
imam dan umat yang kudus. Al-Qur’an menyatakan:
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan
dari kamu, dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami
telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh”. (QS. 33:7)
Alhasil,
substansi yang ingin saya tegaskan, bahwa status seorang imam di dalam
Islam bahkan dalam ajaran Ibrahimik lainnya (Yahudi dan Nashrani)
memang ada dan dipilih secara mutlak oleh Allah sebagaimana halnya
kenabian dan kerasulan. Artinya tidak melalui konsensus. Imam Allah
adalah jabatan sorgawi yang kudus dan tidak terbentuk melalui mekanisme
pemilihan umum ataupun cara-cara lain yang dilandasi oleh perspektif
manusia. Imamah atau kekhalifaan terlalu berharga, terlalu tinggi dan
tidak pantas hanya disebut sebagai pemimpin sebuah pemerintahan. Imamah
terlalu pelik dan rumit bagi manusia biasa untuk memilih
dan mengangkat sendiri imam mereka. Imamah tidak dapat diputuskan dalam
pemilihan. Sebab imamah bukan sekedar masalah mengurus ummat melainkan
perwakilan Allah SWT di muka bumi. Karena itu hanya Allah SWT yang
berhak memilih dan mengangkatnya.
Sungguh
tidak mengherankan bila Al-Qur’an sendiri pernah menegaskan bahwa
keluarga Ibrahim as telah dianugerahi suatu kerajaan yang besar.
“Ataukah
mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah
telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami memberikan Kitab dan Hikmah
kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan
yang besar”. (QS. 4:54) Maka bagaimanakah dengan keluarga Muhammad saw
sendiri? Dan apabila jumlah para imam dari keluarga Ibrahim as ini
selalu duabelas orang, maka mungkinkah jumlah para imam dari keluarga
Muhammad pun juga demikian?. Sebagai penutup, barangkali hadis Nabi saw
yang pernah diriwayatkan dalam Sahih Bukhari ini
bisa membawa kita kepada kontemplasi mendalam yang selaras dengan
pendewasaan beragama. Bukhari-Muslim meriwayatkan, "Agama (Islam) akan
selalu tegak kukuh sampai tiba saatnya, atau sampai dua belas khalifah,
semuanya dari Qurays."
Wallahu’alam Bishshawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar