Powered By Blogger

Jumat, 13 April 2012

Tawassul, Tanda Cinta Nabi pada Ummatnya

Tawassul, Tanda Cinta Nabi pada Ummatnya
Al-Qur’an menyatakan kepada kita bahwa ada suatu cara pendekatan “al-wasilah” untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, dan kita diperintahkan mencarinya. Salah satu wasilah pendekatan kepada Allah SWT yang kebanyakan kaum muslimin melupakannya, malah oleh rekayasa sejarah dianggap kesyirikan adalah tawassul.


Tawassul, Tanda Cinta Nabi pada Ummatnya
















 “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Qs. Al-Maidah : 35).





 Al-Qur’an menyatakan kepada kita
bahwa ada suatu cara pendekatan “al-wasilah” untuk mendekatkan diri kepada
Allah Azza wa Jalla, dan kita diperintahkan mencarinya. Salah satu wasilah
pendekatan kepada Allah SWT yang kebanyakan kaum muslimin melupakannya, malah
oleh rekayasa sejarah dianggap
kesyirikan adalah tawassul. Sesungguhnya tawassul dan wasilah berasal dari akar
kata yang sama. Tawassul adalah usaha pendekatan kepada Allah melalui perantara
yang lebih taat kepada Allah. Karena melalui perantara maka wasilah ini
dianggap kesyirikan dengan dalih mengganggap ada selain Allah yang bisa
mendatangkan manfaat dan memberikan mudharat atau praktik berdoa melalui
perantara sama halnya memohon pertolongan kepada selain Allah. Sesungguhnya
dalih ini tidak beralasan menganggap tawassul adalah usaha yang sesat dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Apalagi menyamakan tawassul dengan menyembah
berhala atau praktik tawassul kaum kafir jahiliyah yang menjadikan
patung-patung buatan mereka sendiri sebagai perantara diri mereka dengan Allah.
Alasan praktik penyembahan kaum kafir jahiliyah dilarang dan dianggap
kesyirikan bukan karena menggunakan perantara melainkan keyakinan mereka
terhadap berhala yang mereka jadikan perantara dapat mendatangkan kehancuran
dan memberikan manfaat. Alasan selanjutnya adalah mereka menggunakan perantara
yang salah, perantara yang menurut prasangkaan mereka dapat memberikan
pertolongan padahal yang mereka jadikan perantara tidak dapat memberikan
manfaat apa-apa, “Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat
memperkenankan sesuatu pun bagi mereka.” (Qs. Ar-Ra’d: 14). 


Sedangkan jika bertawassul kepada orang yang
dekat kepada Allah dan tidak meyakini bahwa yang menjadi perantara memiliki
kekuatan sendiri selain dari Allah tetapi yang mereka miliki adalah kedudukan
ruhani di sisi Allah dan Allah tidak mengabaikan permohonan mereka apabila
mereka berdoa kepada Allah atas diri kita, bukanlah perbuatan syirik. Dan saya
akan memberikan beberapa referensi singkat mengenai hal ini.





Memohon Kepada Allah Melalui
Perantara





 Saya akan mengawalinya dari yang
telah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin, bahwa sesungguhnya tidak ada
perbedaan di kalangan ulama bahwa memohon kepada Allah melalui perantara,
secara prinsip adalah sah. Tidak ada perbedaan dikalangan ummat Islam mengenai
bolehnya tiga jenis tawassul kepada Allah :


  1. Bertawassul
    kepada orang yang sangat dekat kepada Allah yang masih hidup. Contohnya
    seorang pelajar memohon di doakan oleh ulama agar bisa memiliki
    konsentrasi penuh dalam belajar. Tawassul sejenis ini juga pernah
    dilakukan oleh putra-putra Nabi Yakub as, "Wahai ayah kami,
    mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami
    adalah orang-orang yang bersalah ". (QS. Yusuf : 97). Begitu juga
    pernah dilakukan oleh  sahabat-sahabat
    yang meminta kepada Rasulullah saww agar memohon kepada Allah SWT supaya  menurunkan hujan bagi mereka. (HR Bukhari
    No. 1013 dan Muslim 897)
  2. Bertawwassul
    kepada Allah melalui perbuatan baik dan amal salehnya. Contohnya, pada
    hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam shahihnya tentang tiga orang
    yang terkurung oleh batu besar dalam sebuah gua. Mereka memohon kepada
    Allah SWT melalui perantaraan amal-amal saleh yang pernah mereka lakukan.
  3. Bertawassulnya
    seseorang kepada Allah melalui nama-nama-Nya yang indah. Sebagaimana
    firman Allah SWT, “Dan Allah memiliki Asma’ul Husna (nama-nama yang indah)
    maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu…” (Qs.
    Al-A’raf: 180).





Karena
legalitas tiga jenis tawassul ini telah disepakati, tidak ada alasan untuk
menunjukkan bukti. Ketidaksepakatannya adalah bertawassul kepada seorang yang
shalih yang telah meninggal dunia.





Disini, saya kemukakan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam al-Hakim melalui rangkaian perawi dari
Usman bin Hunaif, "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada
Rasulullah saww dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang
yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata, "Ambillah
air wudhu, lalu beliau berwudhu dan sholat dua rakaat, dan berkata: "Bacalah
doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu
melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku
menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah
berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman
berkata:"Demi Allah, kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan
kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar".





Dari hadits ini, praktik tawassul adalah
absah dalam ibadah, secara implisit hal ini tidak hanya membenarkan tawassul
kepada orang saleh yang masih hidup (seperti Nabi yang waktu itu masih hidup)
tetapi juga membenarkan keabsahan tawassul melalui orang yang sudah meninggal
dunia juga, karena dari gambaran hadits tersebut, Rasulullah saww mengajarkan
rangkaian lafadz do’a tanpa menyampaikan keharamannya untuk dibaca apabila
beliau telah meninggal dunia. Artinya setiap memiliki hajat-hajat yang serupa,
lafadz do’a tersebut bisa dibaca kapan saja, tidak ada syarat atau kaitannya
dengan kehidupan dan kematian Rasulullah saww. Pada hakikatnya, tawassul
melalui orang yang masih hidup atau sudah meninggal bukan melalui tubuh fisik,
kehidupan atau kematian, tetapi melalui makna positif (ma’na tayyib) yang
melekat pada orang itu baik dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal.
Tubuh hanyalah kendaraan yang memuat makna, yang dalam dirinya tetap dihormati
baik dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal. 





Dalam surah an-Nisa’ ayat 64, Allah SWT
berfirman: “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati
dengan seizin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya
datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun
memohonkan ampun untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang”. Ayat ini menegaskan ketaatan kepada Rasulullah saww tidak
memiliki kaitan dengan kehidupan dan kematian beliau, meskipun Rassullah saww
sudah meninggal dunia sehingga kaum muslimin pada masa ini tidak hidup bersama
beliau dan tidak bisa bertemu langsung namun ajaran-ajaran, pesan-pesan moral
serta sabda-sabdanya adalah keniscayaan untuk ditaati bagi segenap kaum
muslimin tanpa terkecuali disetiap tempat dan masa. Karenanya demikian pula
dengan kasih sayang Rasulullah terhadap umatnya, setiap dari umatnya yang telah
menzalimi diri mereka sendiri ‘datang’ kepada Rasulullah dan memohon ampun
kepada Allah SWT maka Rasulullah saww pun turut memohonkan ampun buat mereka.
Pada bagian yang lain banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mengindikasikan bahwa
kematian bukanlah akhir dari kehidupan. Adalah salah besar jika memahami bahkan
meyakini bahwa dengan kematian segala sesuatu yang menyangkut dengan manusia
berakhir sudah dan tidak ada yang tersisa dari manusia selain tubuh fisiknya
yang secara bertahap kembali melebur menjadi tanah. Al-Qur’an menegaskan bahwa
kematian fisik tidak meniscayakan kehidupan ruh juga turut berakhir, melainkan
ruh terus hidup meski telah berpisah dengan raganya. Allah SWT berfirman, “Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,
(bahwa mereka itu) mati; bahkan  (sebenarnya)
mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Qs. Al-Baqarah: 154). Tidak
ada keraguan sama sekali, bahwa Rasulullah saww adalah yang termasuk gugur di
jalan Allah bahkan yang paling utama. Berdasarkan ayat ini, pada hakikatnya
Rasulullah saww masih hidup, masih mendapat rezeki dan nikmat-nikmat dari
Tuhannya, maka berdoa dengan menjadikan beliau saww sebagai wasilah masih tetap
absah dan berlaku sebagaimana sahabat-sahabat Nabi dimasanya melakukannya.
Karenanya, bagi ulama atau kelompok Islam yang mempersyaratkan bahwa tawwasul
yang diperbolehkan adalah melalui perantaraan orang-orang shalih selagi masih
hidup maka bertawassul melalui Rasulullah saww dan orang-orang yang gugur di
jalan Allah termasuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan, dan dalil
untuk menyebutnya syirik atau kesesatan tidak cukup kuat sebab akan mendapat
penentangan dari Allah SWT, “… mereka tidaklah mati, mereka itu hidup, tetapi
kamu tidak menyadarinya.” 





Kasih Sayang
yang Tak Berkesudahan





Saya
nukilkan satu ayat lagi yang semakin mempertegas bahwa terpisahnya ruh
Rasulullah saww dengan jasadnya bukanlah akhir hubungan dan keterikatan beliau
dengan umatnya. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman. Bershalawatlah kamu
untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Qs.
Al-Ahzab: 56). Perintah Allah SWT untuk mengucapkan salam dengan penuh
penghormatan kepada Rasulullah saww bukanlah salam-salam tanpa makna atau
sekedar formalitas belaka. Ketika Rasulullah saww bersabda bahwa menjawab salam
wajib hukumnya, maka perintah Allah SWT kepada orang-orang beriman untuk menyampaikan salam kepada Nabi Muhammad saww
meniscayakan kenyataan yang takkan terbantahkan bahwa Nabi Muhammad saww akan
menjawab setiap salam yang disampaikan kepadanya.





 Menakjubkan! Adalah sangat tidak adil, jika
kaum muslimin yang hidup sezaman dengan Rasulullah saww setiap mereka menzalimi
diri, cukup dengan mendatangi Rasulullah saww dan memohon ampun kepada Allah
SWT dan Rasulullah saww pun turut memohonkan ampun hanya berlaku semasa
Rasulullah saww hidup dan kaum muslimin pasca wafatnya Rasulullah saww tidak
memiliki kesempatan serupa untuk dimohonkan ampun oleh Rasulullah saww
sementara kewajiban-kewajiban syariat terus berlaku untuk segenap kaum muslimin
di setiap masa termasuk mengucapkan salam penghormatan kepada Rasulullah saww. Sangat
tidak adil, jika sahabat-sahabat setiap berdosa dapat segera menemui Nabi dan
meminta agar Nabi memohonkan bagi mereka ampunan Allah diyakini sebagai tauhid,
begitu juga putra-putra Nabi Ya’qub as yang telah meminta kepada ayah mereka
agar memohonkan ampunan Allah bagi mereka (sebagaimana tersurat dalam surah
Yusuf ayat 97-98) disebut sebagai bagian dari tauhid namun ketika permohonan
ampun kepada Allah SWT melalui Nabi-Nya setelah wafatnya disebut sebagai syirik
dan membatalkan keimanan.





Untuk mengakhiri
tulisan ini, saya nukilkan dua riwayat yang semoga dapat menghilangkan keraguan
kita akan keabsahan bertawassul kepada Nabi saww, bahwa tanpa beban psikologis
apapun kita katakan, tawassul adalah salah satu mukjizat dan karomah kenabian,
Nabi Muhammad saww. Adalah wajar, Rasululah saww sebagai makhluk Allah yang
terkasih dan memiliki kedudukan (jah / maqom / wajih) yang sangat tinggi di
sisi Allah, diberi otoritas oleh Allah untuk menjadi perantara (wasilah) dan
tempat meminta pertolongan (istighotsah) kepada Allah SWT.





Berkata
al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Musa an-Nukmani dalam karyanya yang
berjudul “Mishbah adz-Dzolam”; Sesungguhnya al-Hafidz Abu Said as-Sam’ani
menyebutkan satu riwayat yang pernah kami nukil darinya yang bermula dari
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang pernah mengisahkan: “Telah datang kepada kami
seorang badui setelah tiga hari kita mengebumikan Rasulullah. Kemudian ia
menjatuhkan dirinya ke pusara Rasul dan membalurkan tanah (kuburan) di atas
kepalanya seraya berkata: Wahai Rasulullah, engkau telah menyeru dan kami telah
mendengar seruanmu. Engkau telah mengingat Allah dan kami telah mengingatmu.
Dan telah turun ayat; “Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya
datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun
untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang” (QS an-Nisa: 64) dan aku telah menzalimi diriku sendiri. Dan aku
mendatangimu agar engkau memintakan ampun untukku. Lantas terdengar seruan dari
dalam kubur: Sesungguhnya Dia (Allah) telah mengampunimu”. (Lihat: Kitab “Wafa’
al-Wafa’” karya as-Samhudi 2/1361)





Ad-Darami (dalam
Sunan Ad-Darami: 1/56), meriwayatkan: Penghuni Madinah mengalami paceklik yang
sangat parah. Lantas mereka mengadu kepada Aisyah (ummul Mukminin). Lantas
Aisyah mengatakan: “Lihatlah pusara Nabi! Jadikanlah ia (kuburan) sebagai
penghubung menuju langit sehingga tidak ada lagi penghalang dengan langit.
Lantas ia (perawi) mengatakan: Kemudian mereka (penduduk Madinah) melakukannya,
kemudian turunlah hujan yang banyak hingga tumbulah rerumputan dan gemuklah
onta-onta dipenuhi dengan lemak. Maka saat itu disebut dengan tahun “al-fatq”
(sejahtera)”.





Konklusinya
adalah, jika kaum muslimin yang bertemu dan hidup bersama Rasulullah saww setiap
melakukan kesalahan atau memiliki hajat bisa memohon kepada Allah SWT dengan
perantaraan Nabi, maka kaum muslimin setelahnya pun bisa melakukannya. Rasullah
saww adalah rahmat bagi semesta alam, kebaikan dan keberkahannya tidak hanya
didapatkan oleh orang-orang yang semasanya dan tidak pula berakhir dengan
wafatnya. Kepada Nabi Muhammad saww, Allah SWT berfirman, “…dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) kententraman jiwa bagi mereka.
Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Qs. At-Taubah: 103).





Allahumma
inni atawajjahu ilaika binabiyyika nabiyyirrahmati Muhammadin shallallahu
‘alaihi wa alihi…





Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan (perantaraan)
Nabi-Mu, nabi pembawa rahmat, Nabi Muhammad, shalawat atasnya dan atas
keluarganya…





Wallahu
‘alam bishshawwab

1 komentar:

  1. Play free online blackjack in lacbet.com planet win 365 planet win 365 온카지노 온카지노 76Shootercasino: Real Money Casino

    BalasHapus