AGENT OF CHANGE & SOCIAL CONTROL
AGENT OF CHANGE & SOCIAL CONTROL
Mahasiswa sebagai kaum intelektual muda, kini
berada dalam persimpangan antara perjuangan ideologi dan pragmatisme.
Jargon sebagai agent of change and social control kini seakan-akan
hanyalah tinggal mitos belaka.
Jika kita mau membuka lembaran sejarah
Reformasi, maka akan kita jumpai disana sebuah lembaran yang
mengharumkan nama mahasiswa (pahlawan). Sekelompok kecil mahasiswa
menempati posisi avant garde (kepeloporan). Jatuhnya rezim orde baru
juga tidak lepas dari kepeloporan mahasiswa di garda depan. Tidak
berlebihan kiranya jika kemudian masyarakat mengklaim mahasiswa sebagai
agent of change and social control, walaupun sebenarnya yang harus
mengontrol kondisi sosial dan melakukan perubahan adalah seluruh
masyarakat dan bukan hanya mahasiswa.
Sayangnya, peran mahasiswa sebagai agent of
change and social control sekarang hanyalah sebuah mitos belaka. Sedikit
sekali peran nyata mereka dalam hal ini. Sistem pendidikan yang tidak
“manusiawi”, yang hanya ingin menciptakan tenaga kerja siap pakai dan
siap jual. Sistem pendidikan yang hanya menggiring mahasiswa dengan how
to know things (penalaran teoritis) daripada penguasaan aspek how to do
things (keterampilan) menyebabkan munculnya pandangan-pandangan
pragmatis dikalangan mahasiswa. Mahasiswa hanya mau tahu dengan apa yang
sudah ada di depannya tanpa mau membuka kesadaran kritisnya dan tidak
mau melihat lebih dekat tentang apa yang sebenarnya terjadi di
lingkungan sosialnya.
Hampir seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia,
sistem pendidikan yang diterapkan tidak lebih seperti pabrik yang hanya
mencetak kuantitas bukan kualitas. Perguruan Tinggi hanya berusaha
sebanyak mungkin mencetak sarjana tanpa peduli bagaimana kualitasnya dan
akhirnya mahasiswa pun menjadi terasingkan dari realitas sosial yang
ada.
Tampaknya untuk mencapai mahasiswa yang sadar
perannya akan menemui banyak hambatan dan kesulitan. Karena begitu
banyak pihak yang memegang peranan dalam membentuk wataknya, baik
lingkungan, keluarga, sistem ataupun faktor intern dari dalam dirinya
sendiri. Semua sisi itu sama-sama turut ambil bagian. Untuk itu perlu
adanya kerjasama dari berbagai pihak untuk melakukan perubahan terhadap
kondisi mahasiswa sekarang ini. Karena kalau mau jujur, bagaimana
mungkin seorang calon pemimpin bangsa dipersiapkan dengan cara
memisahkan mereka dari realitas bangsanya. Dan yang lebih penting,
diperlukan kesadaran mahasiswa untuk lebih kritis dan peduli terhadap
realitas sosial yang ada. Karena berbaurnya mahasiswa dengan realitas
sosial yang ada maka akan memunculkan pemikiran serta hasil-hasil yang
nyata daripada sekedar hura-hura. Hasil nyata yang mempunyai
keberpihakkan pada rakyat kecil, kaum yang selama ini termarjinalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar