Powered By Blogger

Sabtu, 31 Maret 2012

RASIONALISME, EMPIRISME DALAM PENDEKATAN KEILMUAN

RASIONALISME, EMPIRISME  DALAM PENDEKATAN KEILMUAN
Oleh : Bayu Pramutoko,SE

RASIONALISME

            Kaum rasionalisme mulai dengan suatu pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dan idea yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk “mengetahui” idea tersebut namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari hasrat pengalaman. Idea tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dan kenyataan dasar, dan pikiran manusia, karena ia terlihat dalam kenyataan tersebut, pun akan mengandung idea pula. Jadi dalam pengertian inilah maka pikiran itu menalar. Kaum rasionalis berdalil, bahwa karena pikiran dapat memahami pninsip, maka prinsip itu harus “ada”; artinya, prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak “ada”, orang tidak mungkin akan dapat menggarnbarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu a-priori, atau pengalaman, dan karena itu prinsip tidak dikembangkan dan pengalaman: bahkan sebaliknya, pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dan prinsip tersebut.
            Plato memberikan gambaran klasik dan rasionalisme. Dalam sebuah dialog yang disebut Meno, dia berdalil, bahwa untuk mempelajani sesuatu, seseorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui. Tetapi, jika dia belum mengetahui kebenaran tersebut. bagaimana dia bisa mengenalinya? Plato menyatakan bahwa seseorang tidak dapat mengatakan apakah suatu pernyataan itu benar kecuali kalau dia. Sebelumnya sudah tahu bahwa itu benar. Kesimpulannya adalah bahwa manusia tidak mempelajari apa pun; ia hanya “teringat apa yang telah dia ketahui”. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indera paling banyak hanya dapat merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah berada dalam pikiran.
            Teori pengetahuan Plato mi kemudian diintegrasikan dengan pendapatnya tentang hakekat kenyataan. Menurut Plato kenyataan dasar terdirt dan idea atau prinsip. Idea mi disebutnya bentuk. Keindahan, kebenaran, keadilan adalah salah satu dan bentuk yang berada secara mutlak dan tidak berubah kapan pun dan bagi siapa pun. Manusia dapat mengetahui bentuk-bentuk ini lewat proses intuisi rasional yakni suatu kegiatan yang khas dan pikiran manusia. Bukti bahwa bentuk ini ada di.. dasarkan pada kenyataan bahwa manusia dapat menggambarkannya. Jadi, Plato memandang pengetahuan sebagai suatu penemuan yang terjadi selama proses pemikiran rasional yang teratur.
            Geometri (ilmu ukur) adalah salah satu dan contoh favorit kaum rasionalis. Mereka berdalil bahwa aksioma dasar geometri (umpamanya, “sebuah garis lurus merupakan jarak yang terdekat antara dua titik”) adalah idea yang jelas dan tegas yang “baru kemudian” dapat diketahui oleh manusia. Dan aksioma dasar itu dapat dideduksikan sebuah sistem yang terdiri dan subaksioma-subaksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan yang formal dan konsisten yang secara logis tersusun dalam batasbatas yang telah digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti.
            Rene Descartes, ahli matematika dan falsafah pada abad ketujuh belas, mengajukan argumentasi yang kuat untuk pendekatan rasional terhadap pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh pertentangan ideologis, Descartes mempunyai keinginan yang besar untuk mendasarkan keyakinannya pada sebuah landasan yang mempunyai kepastian yang mutlak. Untuk mencapai tujuan tersebut, dia melakukan pengujian. yang mendalam terhadap segenap apa yang diketahuinya. Dia memutuskan bahwa jika dia menemukan suatu alasan yang meragukail suatu kategori atau prinsip dan pengetahuan, maka kategori itu akan dikesampingkan. Dia hanya akan menerima sesuatu yang terhadapnya dia tak mempunyai keberatan apa-apa.
            Descartes menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indera, tetapi karena dia mengakui bahwa indera itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi atau khayalan), maka dia terpaksa mengambilkesimpulan bahwa data keinderaan tidak dapat diandalkan. Dia kemudian menguji kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Mahakuasa, tetapi di sini pun dia menemukan, bahwa dia dapat membayangkan Tuhan yang mungkin bisa menipu manusia. Dalam kesungguhannya mencari dasar yang mempunyai kepastian mutlak mi, Descartes meragukan adanya surga dan dunia, pikiran dan badani. Satu-satunya hal yang tak dapat dia ragukan adalah eksistensi dirinya sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada, dia berdalih bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan. Batu karang kepastian Descartes mi diekspresikan dalarn bahasa Latin cogito, ergo sum (Saya berpikir, karena itu saya ada).
Diceriterakan bahwa ada seorang mahaguru yang sedang membicarakan masalah eksistensi. Mahasiswa-mahasiswanya diminta untuk membaca Descartes. Keesokan harinya datang kepadanya seorang mahasiswa yang bingung dan lesu dengan keluhan bahwa semalaman dia terus terjaga dalam usaha untuk memutuskan apakah dia itu ada atau tidak. “Katakan kepada saya, apakah saya ada?” Profesor itu, setelah menyimak pertanyaan itu balik bentanya, “Siapakah yang ingin tahu?”
            Dalam, usaha untuk menjelaskan mengapa kebenanan yang satu (Saya benpikir, maka saya ada) adalah beyiar, Descartes benkesimpulan bahwa dia merasa diyakinkan oleh kejelasar/dan ketegasan dan idea tersebut. Di atas dasar ini dia menalar bahwa sep’~ua kebenaran dapat kita kenal karena kejelasan dan ketegasan yang tii,yibul dalam pikiran kita: “Apa pun yang dapat digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar.”
            Apa yang telah diungkapkan di atas adalah contoh-contoh bagaimana falsafah rasional mempercai bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah diturunkan dari dunia pengalaman melainkan dan dunia pikiran. (Dalam rasionalisme “pikiran” tidak sinonim dengan “otak”). Baik Plato maupun Descartes” keduanya menganggap bahwa pengetahuan yang benar sudah ada bensama kita dalam bentuk idea-idea, yang tidak kita peroleh (pelajari) melainkan merupakan bawaan. Kaum rasionalis kemudian mempertahankan pendapat bahwa dunia yang kita ketahui dengan metode intuisi rasional adalah dunia yang nyata. Kebenaran atau kesalahan tenletak dalam idea dan bukan pada benda-benda tersebut.

Kritik terhadap Rasionalisme


1.      Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendini belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama. Lebih jauh, terdapat perbedaan pendapat yang nyata di antara kaum rasionalis itti sendini mengenai kebenaran dasan yang menjadi landasan dalam menalan. Plato, St Augustine, dan Descartes masing-masing mengembangkan teori-teori rasional sendiri yang masing-masing berbeda.
2.      Banyak di antara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis. Kecenderungan terhadap abstraksi dan kecenderungan da-lam meragukan serta menyangkal syahnya pengalaman keinderaan telah dikritik orang habis-habisan. Kritikus yang terdidik biasanya mengeluh bahwa kaum rasionalis memperlakukan idea atau konsep seakan-akan mereka adalah benda yang obyektif. Menghilangkan nilai dan pengalaman keinderaan, menghilangkan pentingnya benda-benda fisik sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang samar-samar, dinilai mereka sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam rnernperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.
3.      Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selarna mi. Banyak dan idea yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu yang lain. Pada suatu saat dalam sejarah, idea bahwa burni adalah pusat dan sistem matahari hampir diterima secara urnum sebagai suatu pernyataan yang pasti.

EMPIRISME


            Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin.
            Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
            Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi  persyaratan pengujian publik.
            Masalah yang rumit akan timbul bila persyaratan tentang suatu obyek atau kejadian ternyata tidak lagi terdapat untuk pengujian secara langsung. jika kita menyatakan hahwa George Washington memotong pohon Cherry ayahnya, kaum empiris harus diyakinkan sekurang-kurangnya dalam tiga hal: pertama, bahwa perkataan “George Washington” dan “pohon cherry” adalah termasuk benda-benda yang dapat dialami manusia; kedua, bahwa terdapat seseorang yang melihat kejadian itu secara langsung; dan ketiga, jika kaum empiris itu sendini ada di sana, dia sendiri harus menyaksikan kejadian tersebut.
            Aspek lain dan empinisme adalah prinsip keteraturan. Pengetahuan tentang alarn didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah laku benda-benda yang sama sekarang, maka dengan jalan mi kaum empiris merasa cukup beralan untuk membuat ramalan mengenai kemungkinan tingkah laku benda tersebut di masa depan.
            Di samping berpegang kepada keteraturan, kaum empinis mempergunakan pninsip keserupaan. Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai cukup jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang hal itu. jika kita mengetahui bahwa sebuah pisang adalah enak dan bergizi, kita ingin merasa yakin dengan alasan yang cukup, bahwa obyek yang lain yang bentuk dan rasanya seperti pisang, tidaklah mempunyai racun yang mematikan. Makin banyak pengalaman kita dengan benda-benda yang seperti pisang, maka makin banyak kita peroleh pengetahuan yang makin dapat diandalkan tentang pisang: apakah pisang itu dan apa artinya dalam pengalaman kita.
            Secara khusus, kaum empiris mendasarkan teori pengetahuannya kepada pengalaman yang ditangkap oleh pancaindera kita. John Locke, yang dipanggil sebagai bapak kaum empiris Inggris, mengajukan sebuah teori pengetahuan yang menguraikan dengan jelas sifat-sifat empirisme di atas. Locke berpendapat bahwa pikiran manusia pada saat lahir dianggap sebagai selembar kertas lilin yang licin (tabula rasa) di mana data yang ditangkap pancaindera lalu tergambar di situ. Makin lama makin banyak kesan pancaindera yang tergambar. Dan kombinasi dan perbandingan berbagaj pengalaman maka idea yang rumit dapat dihasilkan. Locke menghilangkan nilai dan pengalaman keinderaan, rnenghilangkan pentingnya benda-benda fisik sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang samar-samar, dinilai mereka sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.

Kritik terhadap Empirisme


1.      Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman? Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan pancaindera. Lain kali dia muncul sebagai sebuah sensasi ditambah dengan penilaian. Sebagai sebuah konsep, ternyata pengalaman tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif yang, sangat ditinggikan oleh kaum empiris. Kritikus kaum empiris menunjukkan bahwa fakta tak mempunyai apa pun yang bersifat pasti. Fakta itu sendiri tak menunjukkan hubungan di antara mereka terhadap pengamat yang netral. Jika dianalisis secara kritis maka “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistematis.
2.      Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi pancaindera kiranya melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Pancaindera kita sering menyesatkan di mana hal mi disadari oleh kaum empiris itu sendiri. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara khayalan dan fakta.
3.      Empirisme tak memberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan. Tanpa terus berjaga-jaga dan mempunyai urutan pengalaman indera yang tak terputus-putus, kita takkan pernah merasa yakin, bahwa mobil yang kita masukkan ke dalam garasi pada malam han adalah juga mobil yang sama yang kita kendarai pada pagi harinya.

KOMBINASI ANTARA RASIONALISME DAN EMPIRISME


            Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian yang populer in karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan, dan mempergunakan data inderawi. Walaupun begitu, analisis yang mendalam terliadap metode keilmuan akan menyingkapkan kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dalam usahanya mencan pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional. Epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi, namun akan diusahakan di sini, untuk memberikan analisa filosofis yang singkat dan metode keilmuan, sebagai suatu teori pengetahuan yang terkemuka.
            Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Suatu rangkaian prosedur yang tertentu harus diikuti untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dan pernyataan yang tertentu pula. Mungkin epistemologi dan metode keilmuan akan lebih mudah dibicarakan, jika kita mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berpikir, yang diatur dalam suatu urutan tertentu. Kerangka dasar prosedur mi dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut:
a.         Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.
b.         Pengamatan dan .pengumpulan data yang relevan.
c.         Penyusunan atau klasifikasi data.
d.         Perumusan hipotesis.
e.         Deduksi dan hipotesis.
f.          Tes dan pengujian kebenaran (verifikasi) dan hipotesa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar