RASIONALISME, EMPIRISME DALAM PENDEKATAN KEILMUAN
Oleh : Bayu Pramutoko,SE
RASIONALISME
Kaum
rasionalisme mulai dengan suatu pernyataan yang sudah pasti. Aksioma
dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dan idea
yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran
manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk “mengetahui” idea
tersebut namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari
hasrat pengalaman. Idea tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai
bagian dan kenyataan dasar, dan pikiran manusia, karena ia terlihat
dalam kenyataan tersebut, pun akan mengandung idea pula. Jadi dalam
pengertian inilah maka pikiran itu menalar. Kaum rasionalis berdalil,
bahwa karena pikiran dapat memahami pninsip, maka prinsip itu harus
“ada”; artinya, prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak
“ada”, orang tidak mungkin akan dapat menggarnbarkannya. Prinsip
dianggap sebagai sesuatu a-priori, atau pengalaman, dan karena itu
prinsip tidak dikembangkan dan pengalaman: bahkan sebaliknya, pengalaman
hanya dapat dimengerti bila ditinjau dan prinsip tersebut.
Plato
memberikan gambaran klasik dan rasionalisme. Dalam sebuah dialog yang
disebut Meno, dia berdalil, bahwa untuk mempelajani sesuatu, seseorang
harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui. Tetapi, jika
dia belum mengetahui kebenaran tersebut. bagaimana dia bisa
mengenalinya? Plato menyatakan bahwa seseorang tidak dapat mengatakan
apakah suatu pernyataan itu benar kecuali kalau dia. Sebelumnya sudah
tahu bahwa itu benar. Kesimpulannya adalah bahwa manusia tidak
mempelajari apa pun; ia hanya “teringat apa yang telah dia ketahui”.
Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam
pikiran manusia. Pengalaman indera paling banyak hanya dapat merangsang
ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu
sudah berada dalam pikiran.
Teori
pengetahuan Plato mi kemudian diintegrasikan dengan pendapatnya tentang
hakekat kenyataan. Menurut Plato kenyataan dasar terdirt dan idea atau
prinsip. Idea mi disebutnya bentuk. Keindahan, kebenaran, keadilan
adalah salah satu dan bentuk yang berada secara mutlak dan tidak berubah
kapan pun dan bagi siapa pun. Manusia dapat mengetahui bentuk-bentuk
ini lewat proses intuisi rasional yakni suatu kegiatan yang khas dan
pikiran manusia. Bukti bahwa bentuk ini ada di.. dasarkan pada kenyataan
bahwa manusia dapat menggambarkannya. Jadi, Plato memandang pengetahuan
sebagai suatu penemuan yang terjadi selama proses pemikiran rasional
yang teratur.
Geometri
(ilmu ukur) adalah salah satu dan contoh favorit kaum rasionalis.
Mereka berdalil bahwa aksioma dasar geometri (umpamanya, “sebuah garis
lurus merupakan jarak yang terdekat antara dua titik”) adalah idea yang
jelas dan tegas yang “baru kemudian” dapat diketahui oleh manusia. Dan
aksioma dasar itu dapat dideduksikan sebuah sistem yang terdiri dan
subaksioma-subaksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan yang
formal dan konsisten yang secara logis tersusun dalam batasbatas yang
telah digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti.
Rene
Descartes, ahli matematika dan falsafah pada abad ketujuh belas,
mengajukan argumentasi yang kuat untuk pendekatan rasional terhadap
pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh pertentangan ideologis,
Descartes mempunyai keinginan yang besar untuk mendasarkan keyakinannya
pada sebuah landasan yang mempunyai kepastian yang mutlak. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dia melakukan pengujian. yang mendalam
terhadap segenap apa yang diketahuinya. Dia memutuskan bahwa jika dia
menemukan suatu alasan yang meragukail suatu kategori atau prinsip dan
pengetahuan, maka kategori itu akan dikesampingkan. Dia hanya akan
menerima sesuatu yang terhadapnya dia tak mempunyai keberatan apa-apa.
Descartes
menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indera, tetapi
karena dia mengakui bahwa indera itu bisa menyesatkan (seperti dalam
mimpi atau khayalan), maka dia terpaksa mengambilkesimpulan bahwa data
keinderaan tidak dapat diandalkan. Dia kemudian menguji kepercayaannya
terhadap Tuhan Yang Mahakuasa, tetapi di sini pun dia menemukan, bahwa
dia dapat membayangkan Tuhan yang mungkin bisa menipu manusia. Dalam
kesungguhannya mencari dasar yang mempunyai kepastian mutlak mi,
Descartes meragukan adanya surga dan dunia, pikiran dan badani.
Satu-satunya hal yang tak dapat dia ragukan adalah eksistensi dirinya
sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan
jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada, dia berdalih
bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang
disesatkan. Batu karang kepastian Descartes mi diekspresikan dalarn
bahasa Latin cogito, ergo sum (Saya berpikir, karena itu saya ada).
Diceriterakan
bahwa ada seorang mahaguru yang sedang membicarakan masalah eksistensi.
Mahasiswa-mahasiswanya diminta untuk membaca Descartes. Keesokan
harinya datang kepadanya seorang mahasiswa yang bingung dan lesu dengan
keluhan bahwa semalaman dia terus terjaga dalam usaha untuk memutuskan
apakah dia itu ada atau tidak. “Katakan kepada saya, apakah saya ada?”
Profesor itu, setelah menyimak pertanyaan itu balik bentanya, “Siapakah
yang ingin tahu?”
Dalam,
usaha untuk menjelaskan mengapa kebenanan yang satu (Saya benpikir,
maka saya ada) adalah beyiar, Descartes benkesimpulan bahwa dia merasa
diyakinkan oleh kejelasar/dan ketegasan dan idea tersebut. Di atas dasar
ini dia menalar bahwa sep’~ua kebenaran dapat kita kenal karena
kejelasan dan ketegasan yang tii,yibul dalam pikiran kita: “Apa pun yang
dapat digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar.”
Apa
yang telah diungkapkan di atas adalah contoh-contoh bagaimana falsafah
rasional mempercai bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah
diturunkan dari dunia pengalaman melainkan dan dunia pikiran. (Dalam
rasionalisme “pikiran” tidak sinonim dengan “otak”). Baik Plato maupun
Descartes” keduanya menganggap bahwa pengetahuan yang benar sudah ada
bensama kita dalam bentuk idea-idea, yang tidak kita peroleh (pelajari)
melainkan merupakan bawaan. Kaum rasionalis kemudian mempertahankan
pendapat bahwa dunia yang kita ketahui dengan metode intuisi rasional
adalah dunia yang nyata. Kebenaran atau kesalahan tenletak dalam idea
dan bukan pada benda-benda tersebut.
Kritik terhadap Rasionalisme
1. Pengetahuan
rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu
sendini belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan
keyakinan yang sama. Lebih jauh, terdapat perbedaan pendapat yang nyata
di antara kaum rasionalis itti sendini mengenai kebenaran dasan yang
menjadi landasan dalam menalan. Plato, St Augustine, dan Descartes
masing-masing mengembangkan teori-teori rasional sendiri yang
masing-masing berbeda.
2. Banyak
di antara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan
kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah
kehidupan yang praktis. Kecenderungan terhadap abstraksi dan
kecenderungan da-lam meragukan serta menyangkal syahnya pengalaman
keinderaan telah dikritik orang habis-habisan. Kritikus yang terdidik
biasanya mengeluh bahwa kaum rasionalis memperlakukan idea atau konsep
seakan-akan mereka adalah benda yang obyektif. Menghilangkan nilai dan
pengalaman keinderaan, menghilangkan pentingnya benda-benda fisik
sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang
samar-samar, dinilai mereka sebagai suatu metode yang sangat meragukan
dalam rnernperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.
3. Teori
rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan
manusia selarna mi. Banyak dan idea yang sudah pasti pada satu waktu
kemudian berubah pada waktu yang lain. Pada suatu saat dalam sejarah,
idea bahwa burni adalah pusat dan sistem matahari hampir diterima secara
urnum sebagai suatu pernyataan yang pasti.
EMPIRISME
Usaha
manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah
berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu,
paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang
kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan
cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin
empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa
adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup
semua segi, apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat
dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat
lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas
dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang
yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat
dijamin.
Kaum
empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat
diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan
seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal
itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus
diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia
bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk
menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika
kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar
mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman
kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang
lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat
harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
Dua
aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama
adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang
mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat
alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh
seseorang. Kedua,
kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan
kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka
pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.
Masalah
yang rumit akan timbul bila persyaratan tentang suatu obyek atau
kejadian ternyata tidak lagi terdapat untuk pengujian secara langsung.
jika kita menyatakan hahwa George Washington memotong pohon Cherry
ayahnya, kaum empiris harus diyakinkan sekurang-kurangnya dalam tiga
hal: pertama, bahwa perkataan “George Washington” dan “pohon cherry”
adalah termasuk benda-benda yang dapat dialami manusia; kedua, bahwa
terdapat seseorang yang melihat kejadian itu secara langsung; dan
ketiga, jika kaum empiris itu sendini ada di sana, dia sendiri harus
menyaksikan kejadian tersebut.
Aspek
lain dan empinisme adalah prinsip keteraturan. Pengetahuan tentang
alarn didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang
tingkah laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan
melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan
melukiskan bagaimana tingkah laku benda-benda yang sama sekarang, maka
dengan jalan mi kaum empiris merasa cukup beralan untuk membuat ramalan
mengenai kemungkinan tingkah laku benda tersebut di masa depan.
Di
samping berpegang kepada keteraturan, kaum empinis mempergunakan
pninsip keserupaan. Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala
yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita
mempunyai cukup jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum
tentang hal itu. jika kita mengetahui bahwa sebuah pisang adalah enak
dan bergizi, kita ingin merasa yakin dengan alasan yang cukup, bahwa
obyek yang lain yang bentuk dan rasanya seperti pisang, tidaklah
mempunyai racun yang mematikan. Makin banyak pengalaman kita dengan
benda-benda yang seperti pisang, maka makin banyak kita peroleh
pengetahuan yang makin dapat diandalkan tentang pisang: apakah pisang
itu dan apa artinya dalam pengalaman kita.
Secara
khusus, kaum empiris mendasarkan teori pengetahuannya kepada pengalaman
yang ditangkap oleh pancaindera kita. John Locke, yang dipanggil
sebagai bapak kaum empiris Inggris, mengajukan sebuah teori pengetahuan
yang menguraikan dengan jelas sifat-sifat empirisme di atas. Locke
berpendapat bahwa pikiran manusia pada saat lahir dianggap sebagai
selembar kertas lilin yang licin (tabula rasa) di mana data yang
ditangkap pancaindera lalu tergambar di situ. Makin lama makin banyak
kesan pancaindera yang tergambar. Dan kombinasi dan perbandingan
berbagaj pengalaman maka idea yang rumit dapat dihasilkan. Locke
menghilangkan nilai dan pengalaman keinderaan, rnenghilangkan pentingnya
benda-benda fisik sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian
abstraksi yang samar-samar, dinilai mereka sebagai suatu metode yang
sangat meragukan dalam memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.
Kritik terhadap Empirisme
1. Empirisme
didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman?
Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan pancaindera. Lain kali dia
muncul sebagai sebuah sensasi ditambah dengan penilaian. Sebagai sebuah
konsep, ternyata pengalaman tidak berhubungan langsung dengan kenyataan
obyektif yang, sangat ditinggikan oleh kaum empiris. Kritikus kaum
empiris menunjukkan bahwa fakta tak mempunyai apa pun yang bersifat
pasti. Fakta itu sendiri tak menunjukkan hubungan di antara mereka
terhadap pengamat yang netral. Jika dianalisis secara kritis maka
“pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan
dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistematis.
2. Sebuah
teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi pancaindera kiranya
melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna. Pancaindera kita sering menyesatkan di mana hal mi disadari
oleh kaum empiris itu sendiri. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan
untuk membedakan antara khayalan dan fakta.
3. Empirisme
tak memberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang
mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang
seluruhnya diragukan. Tanpa terus berjaga-jaga dan mempunyai urutan
pengalaman indera yang tak terputus-putus, kita takkan pernah merasa
yakin, bahwa mobil yang kita masukkan ke dalam garasi pada malam han
adalah juga mobil yang sama yang kita kendarai pada pagi harinya.
KOMBINASI ANTARA RASIONALISME DAN EMPIRISME
Terdapat
suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode
induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa
alasan untuk mendukung penilaian yang populer in karena ilmuwan
mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan, dan
mempergunakan data inderawi. Walaupun begitu, analisis yang mendalam
terliadap metode keilmuan akan menyingkapkan kenyataan, bahwa apa yang
dilakukan oleh ilmuwan dalam usahanya mencan pengetahuan lebih tepat
digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan
rasional. Epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi,
namun akan diusahakan di sini, untuk memberikan analisa filosofis yang
singkat dan metode keilmuan, sebagai suatu teori pengetahuan yang
terkemuka.
Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam
memperoleh pengetahuan. Suatu rangkaian prosedur yang tertentu harus
diikuti untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dan pernyataan yang
tertentu pula. Mungkin epistemologi dan metode keilmuan akan lebih mudah
dibicarakan, jika kita mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus
yang mengatur langkah-langkah proses berpikir, yang diatur dalam suatu
urutan tertentu. Kerangka dasar prosedur mi dapat diuraikan dalam enam
langkah sebagai berikut:
a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.
b. Pengamatan dan .pengumpulan data yang relevan.
c. Penyusunan atau klasifikasi data.
d. Perumusan hipotesis.
e. Deduksi dan hipotesis.
f. Tes dan pengujian kebenaran (verifikasi) dan hipotesa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar