Powered By Blogger

Sabtu, 31 Maret 2012

IDEOLOGI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF SOSIAL

IDEOLOGI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF SOSIAL

IDEOLOGI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF SOSIAL
Oleh : Bayu Pramutoko,SE
(Dosen Fakultas Ekonomi Univ. Islam Kadiri – Kediri)
Fakta-fakta yang menjelaskan perbedaan-perbedaan pokok dalam struktur serta sarana-sarana produksi antara negara-negara yang sudah dan yang sedang berkembang menambah pengetahuan kita tentang kondisi-kondisi dan sumber-sumber kemiskinan di dunia, tetapi tidak banyak menambah pengertian kita mengenai bagaimana kemiskinan ini dapat timbul atau bagaimana cara mengatasinya yang terbaik. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, perlu diteliti bagaimanakah perkembangan ekonomi itu berlangsung. Perkembangan ekonomi paling baik dapat dipandang sebagai suatu proses dimamis yang berlangsung terus-menerus. Perubahan-perubahan dalam serangkaian faktor-faktor dapat menimbulkan perubahan-perubahan dalam rangkaian-rangkaian variabel yang lain, dan ini seterusnya dapat menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita. Prosesnya pun tidak lalu harus berhenti sampai di situ saja. Suatu kenaikan pendapatan dapat menimbulkan dorongan-dorongan baru yang pada akhimya akan membawa akibat makin naiknya lagi pendapatan per kapita. Masalahnya, baik bagi mereka yang hendak dengan tepat meramalkan pendapatan per kapita di masa mendatang maupun untuk mereka yang ingin menggariskan kebijaksanaan-kebijaksanaan demi mempercepat pembangunan, adalah menemukan variabel-variabel serta hubungan-hubungan kuncinya di dalam proses pembangunan itu.
Teori-teori pembangunan yang besar dan 200 tahun terakhir ini, maupun sumbangan-sumbangan utamanya sesudah Perang Dunia II, akan digambarkan dalam besarnya dan dinilai. Teori-teori ini mengandung prinsip dasar yang ternyata sangat besar artinya dalam segi-segi pengalaman sejarah serta pengaruh politik. Meskipun teori-teori itu biasanya tidak dapat langsung diterapkan pada dunia yang sedang berkembang sekarang ini, masing-masing teori ada menekankan salah satu hubungan tertentu yang amat penting untuk dapat memahami proses-proses pertumbuhan yang utama di negara-negara berkembang dewasa ini.
Kesamaan-kesamaan yang ada di antara berbagai teori yang akan dibicarakan sebelumnya, yang meliputi masa sejak dan penulis-penulis klasik sampai pada zaman sesudah Keynes, adalah penitikberatannya pada pembentukan modal sebagai proses yang menentukan dalam pembangunan ekonomi. Semua teori mi berusaha memahami baik proses pengumpulan modal maupun faktor-faktor ekonomis yang merangsang atau menghambat pembentukan modal. Pikiran para ahli ekonomi kiasik serta neo-klasik maupun Marx dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan-tujuan mi. Seperti akan terlihat, maka analisa dan para ahli ekonomi klasik sangat menonjol karena memperlihatkan bagaimana perkembangan ekonomi dapat digagalkan oleh tekanan-tekanan penduduk yang disertai dengan kelangkaan sumberdaya-sumberdaya alam. Sumbangan dan para penulis neo-klasik, di pihak lain, sangat berarti karena penyempumaan teori ekonomi klasik dalam menganalisa proses penabungan serta investasi dan dalam menapaki akibat-akibat antar-sektor dan pembangunan. Berbeda dengan Marx, maka para penulis neo-klasik juga memberi tekanan pada pengaruh-pengaruh balk dan kemajuan teknologi. Marx berpendapat bahwa hubungan-hubungan antara produksi yang dikaitkan dengan kapitalisme tidak dapat disejajarkan dengan kemajuan-kemajuan teknologi yang dibangkitkan di bawah sistem itu dan bahwa sebagai akibatnya kapitalisme selalu akan diganggu oleh masa-masa depresi periodik yang pada akhimya akan menyebabkan kemacetan ekonomi. Tenlepas dan kebenaran pendapat-pendapat ini, analisa Marx sangat bermanfaat untuk menunjukkan biaya-biaya pembangunan yang sering kali sangat mahal karena terjadinya kegoncangan-kegoncangan sosial serta ekonomi.
I. PANDANGAN KLASIK.
Tidaklah perlu diragukan lagi bahwa nama yang paling terkenal di dunia ekonomi adalah Adam Smith. Suatu Pengamatan mengenai Sifat serta Penyebab Kekayaan Bangsa-Bangsa (1776) 1), telah banyak mempengaruhi baik para pemikir maupun para pembuat kebijaksanaan. Seperti ternyata dan judulnya, maka perhatian Smith terutama terletak dalam masalah perkembangan ekonomi. Ia ingin menemukan bagaimana pentumbuhan ekonomi dapat muncul dan fakta-fakta serta kebijaksanaan-kebijaksanaan apa yang mempengaruhinya.
A. Pembagian Kerja dan Pertumbuhan yang Kumulatif.
Menurut Smith, maka pembagian Kerja merupakan kunci untuk meningkatkan produktivitas. Apabila para pekerja mengkhususkan diri dalam kegiatan-kegiatan tententu saja dan tidak lagi melakukan beberapa tugas produksi, maka dengan usaha yang sama mereka itu secara kolektif akan menghasilkan lebih banyak. Namun sebelum pembagian kerja dapat dilakukan secara besar-besaran, maka terlebih dahulu perlu diadakan pengumpulan modal oleh karena spesialisasi tenaga kerja pada umumnya melibatkan penggunaan mesin-mesin dan perlengkapan-perlengkapan khusus. Karenanya maka Smith sangat menekankan kemampuan serta kesediaan orang-orang untuk menabung sebagai syarat mutlak bagi pertumbuhan ekonomi.
Pembatasan yang lain atas pembagian kerja adalah besarnya pasar. Jika pasarannya terlalu kecil, maka permintaan tidaklah akan cukup untuk menyerap barang-barang yang dibuat dengan cara-cara produksi massal. Menaikkan tingkat pendapatan membawa kecenderungan untuk memperluas pasar bagi kebanyakan komoditi; juga, pembeli-pembeli baru dapat dicari di negara-negara lain. Seperti kata Smith mengenai ditemukannya benua Amerika: “Dengan membuka pasaran yang baru dan tak pernah jenuh bagi semua komoditi Eropa, maka timbullah pembagian kerja yang semakin meluas serta penyempurnaan-penyempurnaan dalam cara kerja yang, dalam keterbatasan perdagangan biasa lalu tidak pernah akan dapat muncul karena tiadanya pasar untuk menyerap sebagian terbesar dan hasil-hasilnya.”
Sekali perkembangan itu berjalan, maka kelanjutannya biasanya akan berjalan sendiri. Asal saja ada sedikit persediaan modal awal dan kemungkinan-kemungkinan pemasaran yang memadai, maka pembagian kerja serta spesialisasi akan timbul dan pendapatan nasional akan meningkat. Kenaikan pendapatan ini tidak saja akan membuka pasaran baru, tetapi juga menjadi sumber untuk penabungan dan investasi yang lebih besar. Dan ini akan mempersiapkan keadaan untuk pembagian kerja serta pertumbuhan pendapatan yang lebih jauh lagi. Keuntungan lain dan pembagian kerja adalah semakin bertambah timbulnya gagasan-gagasan yang baru dan lebih baik untuk membuat komoditi-komoditi. Persediaan modal yang dimungkinkan oleh pembagian kerja serta spesialisasi sebelumnya lalu mengambil bentuk mesin-mesin serta peralatan yang lebih sempurna.
Adakah suatu batas dalam proses perkembangan yang kumulatif ini? Sayanglah bahwa batas itu ada, kata Smith. Ini akan terjadi bilamana suatu sistem ekonomi telah mencapai “tingkat kekayaan lengkap yang dimungkinkan oleh sifat tanah dan iklimnya serta situasinya terhadap negara-negara lain untuk dicapai”. Smith tidaklah terlalu jelas dalam menerangkan bagaimanakah posisi yang diam ini pada akhirnya akan dicapai, tetapi faktor yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan adalah tiadanya lagi sumberdaya-sumberdaya alam. Dengan semakin dewasanya suatu sistem ekonomi melalui pembentukan modal serta pertumbuhan penduduk, maka semakin sulitlah baginya untuk mengatasi nintangan-rintangan sumberdaya alamnya. Tingkat-tingkat laba atas modal akan menurun sampai pada akhirnya tidak ada lagi perangsang atau sarana untuk mengumpulkan modal lebih lanjut.
B. Model Ricardo
David Ricardo, mungkin yang paling cemerlang di antara para ahli ekonomi kiasik, adalah yang menjelaskan bagaimanakab kemacetan pada akhirnya akan menekan semua sistem ekonomi Pandangan Ricardo mengenai pembangunan adalah suatu gambaran di mana kesulitan yang sem akin meningkat untuk menyediakan makanan bagi jumlah penduduk yang inakin membesar pada akhirnya akan menghentikan proses pertumbuhan. mi adalah sebuah teoni yang sangat sederhana tetapi cukup lengkap, dengan relevansi yang teramat nyata terhadap negara-negara berkembang dengan penduduknya yang sangat padat itu.
Model Ricardo berisi tiga kelompok ekonomi utama kaum kapitalis, kaum pekerja dan kaum tuan tanah. Kapitalis adalah mereka yang mengarahkan dan – dengan menabung keuntungan-ketuntungannya – memulai proses perkembangan. Selama tingkat labanya berada di atas suatu minimum tertentu, hampir pada tingkat nol, maka mereka akan terus menabung dan menumpuk modal. Kelompok yang terbesar, kaum pekeija, tidak memiliki alat produksi apa-apa tetapi menggunakan alatalatnya yang disediakan oleh kaum kapitalis. Besarnya angkatan kerja berubah-ubah, bergantung pada tingkat upah. Menurut Ricardo, ada suatu tingkat upah nyata yang “alamiah”, tercipta karena adat dan kebiasaan, di mana jumlah penduduk yang bekerja tidak akan bertambah atau pun berkurang. Jika upah-upah naik sampai di atas tingkatan mi, maka penurunan angka kematian sebagal akibat makanan yang lebih bergizi dan standar-standar kesehatan yang lebih tinggi akan membawakan kenaikan dalam jumlah penduduk itu. Sebaliknya, apabila upahupah nyata turun sampai di bawah tingkatannya yang “alamiah”, maka kematian akan melebihi kelahiran dan jumlah penduduk akan berkurang.
Kelompok yang terakhir adalah golongan tuan tanah, yaitu mereka yang memiliki persediaan tanah yang tidak pernah berubah dan yang dapat menarik sewa atas penggunaannya. Sewa atas setiap unit tanah yang memakai sejumlah tertentu tenaga kerja serta modal adalah sama dengan selisih antara hasil perolehan dan apa yang dihasilkan di tanah itu dan hasil perolehan yang dapat dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja serta modal yang sama di tanah bermutu paling rendah yang digunakan. Tanah jenis terakhir mi pada dasamya akan berupa tanah bebas yang oleh setiap kapitalis dapat dimanfaatkan tanpa membayar sewa. Sebagai akibatnya, maka para tuan tanah yang memiliki tanah yang dapat menghasilkan lebih dan apa yang dihasilkan di tanah marjinal semacam itu akan dapat menarik sebagai sewa selisihnya dalam hasil antara marjinal dan tanah intra-marjinal dalam persaingan tawar-menawar di kalangan para kapitalls untuk mendapatkan tanah yang lebih baik.
C. Keadaan Diam.
Seperti Adam Smith, maka Ricardo memandang proses pertumbuhan sebagai dapat berkembang sendiri – sampai suatu titik tertentu. Untuk memulai proses itu, maka tingkat labanya haruslah positif. mi akan merangsang para kapitalis untuk menabung sebagian dan pendapatannya. Balk kaum tuan tanah maupun kaum pekerja menghabiskan seluruh pendapatannya, menurut Ricardo, sehingga kaum kapitalis memegang peranan yang sangat menentukan dalam proses pertumbuhan. Dengan dana-dana investasinya, maka para kapitalis berusaha memperluas hasilnya dengan rnengupah lebih banyak pekerja serta membeli lebih banyak peralatan. mi mendorong upah nyata sampai di atas tingkat alamiah, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Akan tetapi, kenaikan upah membawa akibat menurunnya angka kematian dan, tidak berapa lama kemudian, suatu kenaikan dalam jumlah angkatan kerja. mi selanjutnya cenderung untuk menekan kembali tingkat upah. Tetapi jika sumberdaya-sumberdaya tersedia melimpah dan tingkat labanya tinggi, maka ada kemungkinan pembentukan modal akan berlangsung begitu cepatnya sehingga upah-upah nyata tetap tinggi selama jangka waktu yang panjang.
Namun dengan berkembangnya jumlah penduduk maka tanah-tanah yang semakin miskin mulai digarap untuk memenuhi kebutuhan makan yang makin meningkat. Sewa atas tanah yang bermutu lebih balk akan meningkat dan menyerap bagian yang lebih besar dan hasil-hasil yang diperoleh dan tanahtanah mi. Uang yang tersisa untuk digunakan oleh para kapitalis dan kaum pekeija dengan demikian menjadi berkurang. Tingkat-tmgkat laba lalu menururi dan upah-upah mulai bergerak ke tingkatan alamiah. Selama tingkat labanya masih di atas nol, maka kaum bermodal terus mengumpulkan uang dan dengan demikian tetap mempertahankan gerak pertumbuhan penduduk. Tetapi pada akhimya langkanya tanah-tanah yang subur menjadi suatu rintangan yang tak mungkin dilewati. mi akan terjadi pada waktu hasil dan sesuatu unit tenaga kerja dan modal yang digunakan di tanah yang paling miskin menghasilkan perolehan yang sekedar cukup untuk menutup upah alamiah para pekerja yang terlibat. Tidak ada lagi yang tersisa untuk modal dan dengan demikian juga tidak ada lagi perangsang atau pun sarana untuk pengumpulan modal lebih lanjut. Hal yang sama terjadi pula di tanah-tanah yang lebih subur. Sewa menyerap selisih antara keseluruhan hasil dan tanah-tanah ini dan upah alamiah tenaga kerja yang digunakan. Maka tibalah posisi keadaan diam tak bergerak; laba-laba menjadi nol (atau hampir nol); upah nyata berada pada tingkat alamiah yang minimal dan sewa-sewa sangat tinggi.
Kekuatan utama untuk melawan hasil akhir yang bernada pesimis mi adalah penyempurnaan-penyempumaan di bidang pertanian agar kebutuhan untuk sampai memanfaatkan tanah-tanah yang paling tidak subur dapat ditunda. Kemajuan teknologi semacam itu akan terjadi juga sekali-sekali, tetapi menurut Ricardo tidak cukup cepat untuk dapat menghalanghalangi keadaan tidak bergerak yang pada akhimya akan tercapai juga. Jalan keluar lain yang penting pula dan keadaan semacam mi adalah perdagangan intemasional. Negara-negara industri yang mengkhususkan din dalam bidang pembuatan barang-barang dan yang mengimpor bahan makanan murah dan negara-negara berkembang yang kaya akan tanah masih akan mampu menunda tibanya akibat-akibat dan terbatasnya sumberdaya-sumberdaya alamnya.
Sedikit atau banyak mi berarti bahwa tidak ada satu kebijaksanaan pun yang dapat dianut sesuatu bangsa untuk menghindari tibanya kemacetan pada akhirnya. Kita boleh saja berpikir bahwa para ahli ekonomi kiasik tentulah mengangkat tangannya penuh putus asa menghadapi prospek sedemikian mi. Tetapi agaknya mereka itu tidak pernah memandang perkembangan ekonomi secara fatalistik begini. Keadaan diamnya memang akan tiba pada suatu han, demikian pandangan mereka, tetapi nyatanya mereka selalu dapat saja menemukan tindakan-tindakan yang tepat untuk menundanya. Semua rekomendasi kebijaksanaan ini berkisar pada dibatasinya sampai seminimal mungkin campur tangan pihak pemerintah. Ricardo, seperti penulis-penulis kiasik lainnya, percaya bahwa hampir semua pajak pada akhirnya akan berbenturan dengan keuntungan-keuntungan sehingga akan mengendorkan tingkat perkembangan ekonomi. Atau, sebaliknya, jika kaum pemilik modal diberi keleluasaan yang maksimal untuk mencari untung, maka ia memperkirakan bahwa tangan mekanisme harga yang tak terlihat akan dengan baik membagi-bagikan sumberdaya-sumberdaya yang tensedia serta bertindak menunda selama mungkin tibanya keadaan tanpa gerak itu, asalkan tidak terdapat posisi-posisi monopoli.
II. PERTUMBUHAN YANG SERASI MELALUI PEMBENTUKAN MODAL
SERTA KEMAJUAN TEKNOLOGI – MODEL NEO – KLASIK.
Sepenti mudah dimaklumi, maka apa yang tidak dapat diramalkan oleh para ahli ekonomi kiasik adalah luas dan kemantapanflya revolusi industri yang berkobar di seluruh bagian dunia yang lebih maju di akhir abad kedelapanbelas serta abad kesembilanbelas. Kemajuan teknologi lebih dan mampu mengimbangi akibat-akibat parah dan keuntungan yang semakin berkunang. Teori Maithus yang mentah mengenai pertumbuhan penduduk tidak benlaku di negana-negara yang sudah lebih maju itu. Dengan naiknya tingkat pendapatan, maka angka-angka kelahiran mulai menuhin dan dengan demikian bertindak sebagai pembatas atas pertambahan jumlah penduduk. Pada ketiga perempat abad kesembilanbelas, tingkat-tingkat pendapatan per kapita di negara-negara yang sudah benkembang berada jauh di atas apa yang dapat dianggap Sebagai tingkat batas minimum alamiah, dan, lebih-lebih lagi, naik dengan pesat. Sebagai akibatnya maka teoni kiasik mengenai perkembangan ekonomi tampak tidak nelevan lagi untuk menganalisa pentumbuhan ekonomi di negara-negara. yang sudah maju.
Kebanyakan ahli ekonomi lalu meninggalkan pendekatan yang sederhana namun menyeluruh dari penulis-penulis kiasik. Perubahan-perubahan dalam jumlah penduduk dianggap sebagai sesuatu yang “sudah pasti” dan bukannya lagi hams dijelaskan sebagam bagian dan analisanya. Begitu pula maka kemajuan teknologi dipenkenalkan sebagai sebuah variabel yang berdiri sendini, telah ditentukan oleh kekuatan-kekuatan non-ekonomi. Ahli-ahli ekonomi neoÄklasik menjadi jauh lebih banyak “mclihat ke dalam” daripada pendahulu-pendahulunya. Mereka mulai menganalisa bagaimanakah caranya sistem hanga mengalokasikan sumberdaya-sumberdaya sebuah kelompok ekonomi di antana ribuan pemakaian yang saling berbeda dan saling bersaing.
A. Proses Pembentukan Modal.
Salah satu pokok penting yang banyak mendapatkan keuntungan dan cara pendekatan mi adalah pembentukan modal. Para penulis klasik memandang proses mi sebagai sesuatu yang berjalan mekanis. Kaum pemilik modal secara otomatis menanam kembali sebagian besar dan pendapatannya, selama tingkat labanya berada di suatu tingkat hampir-nol. Penulis-penulis neo-klasik menyempumakan analisa mi dan menjadikannya lebih dapat diterapkan pada lingkungan kelembagaan dan abadabad kesembilanbelas dan keduapuluh.
Dalam model neo-klasik, maka para penabung dan para penanam modal tidaklah harus orang-orang yang sama. Pengusaha-pengusaha dapat saja membeli barang-barang modal dengan dana-dana pinjaman, dan masing-masing orang dapat menabung dengan membeli kertas-kertas berharga dan tidak lagi dengan membeli harta kekayaan fisik. Pasaran modal menjadi lembaga perantara di mana para penabung dan para penanam modal saling bertemu, dan persediaan dan permintaan mereka akan dana-dana yang dapat diinventasikan dipertemukan satu dengan lainnya. Harga dan pelaksanaan fungsi mi adalah tingkat sukubunganya. Lebih jelasnya, volume tabungan dianggap bergantung pada tingkat sukubunga itu. Jika tingkat sukubunga naik dan 4% menjadi 6%, maka dianggap bahwa orang-orang akan menabung lebih banyak dan pendapatannya yang berada pada suatu tingkat tertentu. Namun ada pula suatu tingkat sukubunga yang sangat rendah di mana mereka itu akan lebih senang menghabiskan seluruh pendapatannya. Dengan katakata lain, maka kurva grafik persediaan dana-dana yang dapat diinvestasikan beijalan naik seperti kurva persediaan yang biasa. Perubahan-perubahan dalam tingkat pendapatan juga mempengaruhi tabungan. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin besarlah kesediaannya untuk menabung pada sesuatu tmgkat sukubunga yang tertentu.
Dalam analisa neo-klasik maka tmgkat sukubunga juga memainkan peranan yang amat penting dalam menentukan investasi. Para pengusaha membandingkan persentase keuntungan yang bakal mereka peroleh dan sesuatu proyek investasi dengan tingkat persentase dengan apa mereka akan dapat meminjam dana-dana bagi pembiayaannya. Selama yang disebut pertama tadi lebih tinggi danipada yang disebut belakangan, maka lebih menguntungkanlah untuk melakukan investasi. Dalam status pengetahuan teknologi yang bagaimana pun adanya, maka Semakin besar volume investasinya, semakin rendahlah perolehannya dan kegiatan penambahan investasi. Seperti kurva permintaan pada umumnya, maka permintaan akan dana-dana yang dapat diinvestasikan karenanya mengarah ke bawah. Namun penyempurnaan-penyempunnaan di bidang teknologi cenderung untuk menggeser seluruh kurva itu ke kanan.
Dalam masa tertentu yang mana pun maka perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran akan dana-dana investasi menentukan balk tingkat sukubunga di pasaran nyata maupun volume tabungan serta investasinya. Investasi-investasi yang dilakukan memperbesar persediaan modal sistem perekonomian dan dengan demikian menaikkan produktivitas angkatan keijanya. Di lain pihak, tanpa adanya kemajuan teknologi maka kurva permintaan akan dana-dana untuk diinvestasikan akan menurun, oleh karena proyek-proyeknya yang paling menguntungkan telah habis dalam masa investasi yang sebelumnya. Sebagal akibatnya maka kurva permitnaan dan kurva penawarannya akan berpotongan pada suatu tingkat sukubunga yang lebih rendah, dan dengan demikian membuat proyek-proyek yang kurang menguntungkan menjadi lebih menguntungkan. Sementara proses ini berlangsung, maka volume kegiatan investasi lama-kelamaan akan menurun dan pada akhirnya berhenti setelah tingkat sukubunganya menjadi begitu rendahnya sehingga masyarakat secara keseluruhan tidak lagi berkeinginan untuk menabung sisa uangnya. Inilah yang menjadi posisi kea~aaan diam tak bergeraknya, tetapi tanpa disertai beban tingkat pendapatan per kapita yang rendah.
Kebanyakan penulis neo-klasik dengan penuh optimisme menolak untuk menerima hasil akhir yang diam tak bergerak semacam mi. Mereka setuju dengan pendapat Marshall: “Tampaknya tidaklah ada alasan yang cukup berdasar untuk mengira bahwa kita sudah mendekati suatu keadaan diam.” Optimisme itu didasarkan atas dua faktor penting. Pertama, mereka yakin bahwa kemajuan teknologi yang berjalan terus akan selalu membuka prospek-prospek investasi barn yang sangat menguntungkan. Menurut perkiraan mereka, kemajuan ini akan berjalan cukup pesat untuk dapat mengatasi, setidak-tidaknya dalam masa dekat mendatang, setiap desakan kemacetan apa pun yang disebabkan oleh kelangkaan sumberdaya-sumberdaya alam. Kedua, mereka menduga bahwa setiap penurunan kecil dalam tingkat sukubunga akan membuat sejumlah besar prospek investasi menjadi menguntungkan. Dengan kata-kata lain, kurva permintaan akan dana-dana yang dapat diinvestasikan bersifat elastis sekali. Oleh karena itu maka akan diperlukan waktu yang lama sebelum suatu posisi diam tanpa gerak akan tercapai, sekalipun tanpa adanya kemajuan teknologi.
Pandangan yang optimistik mi beranggapan adanya kesediaan untuk menabung di sebagian dan penduduk. Jika keinginan untuk menabung itu lemah, maka pertumbuhan akan menjadi lambat, betapa pun menguntungkannya kesempatan-kesempatan untuk menanamkan modal. Namun optimisme neokiasik juga meluas sampai sejauh mi. Walaupun mereka itu tidak pernah melewatkan setiap kesempatan untuk memuji-muji sikap untuk berhemat dan menabung, kebanyakan ahli ekonomi neo-klasik menganggap bahwa menabung itu sudah menjadi kebiasaan yang mendarah-daging di kalangan negara-negara maju – suatu kebiasaan yang makin lama menjadi makin kuat.
B. Pembangunan yang Bertahap dan Serasi.
Segi yang penting lainnya dalam pandangan neo-klasik Mengenai pembangunan adalah sifat pertumbuhan yang berlangsung berdikit-dikit serta serasi. Berbeda dengan model Ricardo dan – lebih-lebih lagi – kerangka menurut Marx, maka pembangunan menurut neo-klasisme bukanlah suatu proses di mana satu golongan pendapatan menarik keuntungan Sedangkafl yang lain-lain merugi. Semua golongan mendapatkan manfaat dan pertumbuhan. Kemajuan teknologi mungkin dapat menimbulkan pengangguran sementara di kalangan pekerja-pekerja tertentu, tetapi efek bersih dan kemajuan sedemikian itu adalah meningkatnya permintaan akan tenaga kerja. Lagi pula, cara-cara yang barn hanyalah diperkenalkan secara berangsur-angsur sehingga dalam kebanyakan hal pengangguran teknologis yang berlangsung sebentar tidaklah menjadikan masalah.
Pantulan-pantulan balik yang menguntungkan dan pertumbuhan dalam industri yang satu pada industri-industri lainnya juga menonjolkan sifat serasinya proses pembangunan menurut kaum neo-klasik. Marshall memperkenalkan gagasan mengenai “External Economics” untuk menjelaskan antarhubungan semacam ini. Dengan “External Economics” dimaksudkannya prospek-prospek pertambahan keun tungan bagi Sesuatu industri tertentu sebagai akibat dan suatu kegiatan ekonomi yang terjadi sama sekali di luar industri itu. Sebagai contoh, dengan makin berkembangnya sebuah industri, maka ia akan memerlukan lebih banyak bahan mentah dan jasa-jasa dan lingkungan-lingkungan industri yang lain. Industri-industri ini lalu didorong untuk juga berkembang. Begitu pula, pertumbuhan dapat membuat harga sesuatu produk seperti misalnya tenaga listrik menjadi turun berkat penghematan-penghematannya karena diproduksi secara besar-besaran. Penurunan harga pada gilirannya akan menaikkan laba di kalangan industriindustni yang merupakan pemakai-pemakai tenaga listrik yang besar. Salah satu sumbangan pikiran yang cemerlang dan para ahli ekonomi-neo-klasik adalah bahwa mereka berhasil menemukan adanya hubungan-hubungan mikro semacam ini. Mereka menunjukkan bahwa pembangunan bukanlah saja suatu rangkaian hubungan yang sederhana di antara beberapa variabel umum.
Setiap langkah maju membawa akibat suatu reaksi rantai yang rumit yang dapat berpengaruh atas bermacam-macam usaha serta industri dan yang dalam dirinya dapat menjadi penyebab terjadinya pertumbuhan lebih lanjut yang tidak kecil.
Dugaan bahwa proyek-proyek investasi mempunyai interaksi yang baik satu terhadap lainnya sering kali digunakan untuk membenarkan rencana-rencana investasi besar-besaran yang diatur pemerintah bagi negara-negara berkembang sekarang mi. Akan tetapi, para ahli ekonomi neo-klasik tidaklah menarik implikasi-implikasi kebijaksanaan yang sedemikian itu dan antarhubungan-antarhubungan in Sebaliknya, mereka lebih cenderung untuk mengikuti kebijaksanaan Laissez-faire yang dianjurkan oleh penulis-penulis kiasik. Campur tangan pemerintah memang diperlukan untuk mencegah monopoli-monopoli dan untuk menjaga pertahanan nasional, tetapi pada umumnya persaingan atomistik perusahaan sejenis yang kecil ukurannya dianggap sebagai kebijaksanaan yang paling baik untuk merangsang pembangunan. Mereka menolak argumentasi bahwa sebagian terbesar dan kesempatan-kesempatan investasi yang mempunyai antar-hubungan menghendaki pengendalian secara terpusat jika kesempatan-kesempatan yang paling menguntungkan hendak dimanfaatkan sampai sepenuh-penuhnya. Menurut model neo-klasik, maka pembangunan berlangsung dalam langkahlangkah kecil yang hampir tidak pernah berhenti. Oleh karenanya maka harga pada umumnya tidak pernah akan menyimpang sangat jauh sebagai indikator bagi kesempatan-kesempatan investasi yang paling produktif. Tingkat ketidak-pastian ekonomi juga berada pada suatu titik minimum dalam lingkungan ekonomi yang demikian lancar dan serasi. Berhubung dengan itu maka para penanam mempunyai kecenderungan untuk senantiasa mengamati setiap antar-hubungan yang memerlukan investasi yang besar dan membuat perhitungan-perhitungan biaya yang teliti agar keberhasilan usaha mereka terjamin.
III KONTRADIKSI-KONTRADIKSI DALAM PEMBANGUNAN
MENURUT KAPITALISME – MARX.
Tantangan utama terhadap teori pembangunan kiasik maupun neo-klasik datang dan golongan Marxis 6) Marx dan pengikut-pengikutnya menganggap teori pembangunan yang tradisional sebagai dangkal dan tak berarti. Keadaan-keadaan seperti kemajuan teknologi yang berjalan pelan atau pun langkanya sumberdaya-sumberdaya alam, dalam pandangan mereka, hanyalah merupakan penyebab-penyebab yang kurang mendasar bagi tenjadinya kesulitan-kesulitan dalam pembangunan. Kita terlebih dahulu hams meneliti sifat-sifat sistem ekonomi yang berpengaruh atas jalannya produksi untuk dapat menemukan faktor-faktor fundamental yang menentukan pola pembangunan. Suatu susunan ekonomi tertentu dalam kegiatan-kegiatan produksi menentukan struktur penggolongan (class structure ) dalam sesuatu masyarakat. Seterusnya, maka dan suatu struktur golongan yang tertentu maka dapatlah terbentuk suatu struktur-atas berupa gagasan-gagasan serta lembaga-lembaga yang mendominasi kebudayaan masyarakat itu. Pada tahap-tahap awal sebuah sistem sosial yang baru, maka kekuatan-kekuatan produksi yang materiil masili berimbang baik dengan struktur golongan maupun dengan struktur-atas gagasangagasan serta lembaga-lembaganya itu. Tetapi struktur-struktur golongan dan lembaga-lembaga yang mengelilinginya berubah menjadi tetap dan tidak dapat berubah lagi, sedangkan kekuatan-kekuatan produksi mateniilnya mengalami perubahanperubahan secara otonom. Susunan golongan yang ada lalu menjadi tidak benmbang lagi dengan kekuatan-kekuatan ekonomi yang barn, dan timbullah pertentangan politik antara golongan yang akan menanik keuntungan dan perubahan-perubahan sosial dan golongan yang akan dirugikan. Oleh karena kekuatankekuatan produksi yang mateniil itu menentukan segala-galanya, maka golongan yang akan mendapat keuntungan pada akhirnya selalu akan menang dengan akibat berdirinya sebuah sistem sosial yang baru.
Inilah gambaran sekilas mengenai penafsiran historis-materialisme menurut Marx. Jika kita hendak membuat suatu penilaian yang tepat tentang proses-proses serta prospek-prospek pembangunan, maka menurut Marx kita haruslah menganalisa pertumbuhan di dalam kerangka teori ini. Sistem sosial yang terutama mendapat perhatian Marx adalah, tentunya, kapitalisme. Dalam pandangannya, sistem kapitalisme mengandung segaIa macam kontradiksi di dalamnya seliingga pembangunan tidaklah mungin berhasil. Bahkan, kontradiksi-kontradiksi mi begitu besamya sehingga sistem itu sendiri pada akhirnya akan runtuh dan digantikan oleh sosialisme. Dalam masyarakat tanpa gobngan sedemikian mi maka kekuatan-kekuatan ekonomi yang besar dan merangsang pertumbuhan akan dapat dimanfaatkan Sepenuhnya, dan pembangunan yang akan dihasilkannya akan menguntungkan semua pihak dalam masyarakat.
A. Model Pertumbuhan menurut Kapitalisme.
Analisa Marx mengenai pembangunan menurut kapitalisme adalah sebagai berikut. Ada dua golongan dalam sistem itu: golongan kapitalis dan golongan pekerja. Golongan yang pertama memiliki semua sarana produksi (peralatan dan sumberdaya-sumberdaya alam) yang terdapat dalam sistem ekonominya. Kaum pekerja atau buruh hanyalah memiliki tenaga untuk dijual. Tujuan setiap kapitalis adalah sebanyak mungkin memperbesar keuntungannya (sewa dan laba atas modal oleh Marx disatukan saja di bawah istilah in, bukan saja Untuk menaikkan taraf hidupnya sendiri tetapi, yang lebih penting lagi, juga untuk mendapatkan dana-dana investasi untuk dapat bersaing dengan sesama kapitalis lain.
Salah satu cara yang dapat ditempuh para pemilik modal untuk menaikkan pendapatannya adalah dengan menerapkan penemuan-penemuan barn yang menghemat biaya dan dengan demikian memperoleh kemenangan sementara atas saingan-saingannya. Kesempatan-kesempatan untuk memanfaatkan penyempumaan-penyempurnaan teknobogi sedemikian itu tersedia melimpah dabam sistem Marx. Dan sesungguhnyalali, apabila dalam model klasik langkanya kemajuan teknologi yang memadai merupakan hambatan yang terakhir dalam model kiasik, maka ketidak-mampuan untuk mengikuti kemaj uan teknologi yang pesat menjadi penyebab utama runtuhnya kapitalisme dabam model Marx. Lebih tegasnya, maka penghematan tenaga kerja karena kemajuan teknologi-lah yang menciptakan berbagai masalah. Marx memandang kemajuan-kemaJuan teknologi di bawah kapitalisme sebagai penyebab dan pengangguran teknobogi secara massal. Lebih banyak pekerja digantikan langsung oleh mesin-mesin baru daripada yang diserap melalui pengaruh-pengaruh sekunder dan penurunan biaya-biaya produksi. Kumpulan kaum penganggur yang terJadi, yang oleh Marx dinamakan “tentara cadangan industri”, menjadi kekuatan yang menekan tingkat upah pekerja-pekerja yang masih bekenja, dan pada akhimya upah-upah mi akan turun sampai di bawah tingkat hidup minimal.
Jika antara mesin dan manusia terdapat kemungkinan penggantian sampai ke tingkat yang jauh, maka kaum penganggur sedikit-demi-sedikit akan diserap lagi dengan digunakannya lebih banyak cara-cara produksi yang padat-karya. Tetapi Marx telah menentukan bahwa terdapat suatu hubungan yang tetap antara peralatan dan tenaga kerja untuk setiap keadaan teknobogi yang mana pun. Pada saat mana pun, persediaan modal tidaklah mencukupi untuk memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang tersedia. Lagi pula, dengan makin berusahanya kaum pemilik modal untuk memperbesar tingkat penumpukan modalnya dengan memperkenalkan cara-cara produksi yang baru, maka keadaannya menjadi bertambah buruk karena, di pihak lain, teknik-teknik yang barn itu justru memperbesar pengangguran. Dengan demikian, makin lama makin banyak dan golongan pekerja akan jatuh ke dalam perangkap tentara cadangan industri, dan upah bagi mereka yang masih beruntung mendapatkan pekerjaan terdesak sampai ke tingkat yang minimal sekali.
Golongan kapitalis pun tidak bernasib lebih baik, menurut Marx. Mereka makin lama makin terlibat dalam kancah persaingan yang saling membunuh, di mana sikap tak kenal ampun merupakan syarat mutlak untuk dapat bertahan hidup. Misalnya saja, dalam usaha mempertahankan din jangan sampai tercaplok oleh perusahaan-perusahaan lain, maka masing-masing pemiik modal akan mencoba mempertahankan tingkat labanya dengan memperpanjang han keija serta menurunkan upah bahkan sampai di bawah tingkat hidup minimal. Mempekerjakan wanita dan anak-anak merupakan cara yang lain untuk tetap mempertahankan keuntungan-keuntungan yang tinggi. Meskipun demikian, sekalipun dengan bentuk-bentuk eksploitasi semacam mi masih banyak juga pemilik modal yang gagal dan terdorong ke dalam golongan pekerja. Makin lama makin sedikit pemilik modal yang memegang kendall atas jumlah-jumlah modal yang semakin membengkak.
Jurang yang semakin melebar antara golongan kapitalis dan golongan pekerja akan mengarah kepada krisis-krisis berulang yang makin lama makin dalam dan yang menurunkan keuntungan para kapitalis yang paling kuat sekalipun. Daya beli kaum pekerja dibatasi oleh kemiskinan mereka, sedangkan di pihak kapitalis kemampuannya dibatasi oleh kebutuhannya untuk menabung agar dapat bertahan dalam kancah persaingan. Sebagai akibatnya maka secara periodik terjadilah suatu kelesuan yang menyeluruh pada waktu konsumsi tidak dapat mengimbangi kekuatan-kekuatan produksi dalam sistem ekonominya.
Salah satu ciri yang paling menonjol dalam uraian Marx mengenai pembangunan menurut kapitalisme adalah keyakinannya bahwa sifat kegiatan-kegiatan ekonomi di tanah-tanah terjajah bergantung pada apa yang sedang terjadi di negara-negara kapitalis yang sudah maju. Ia berdalih, misalnya, bahwa “penemuan-penemuan emas dan perak di Amerika, pemaksaan, perbudakan serta penguburan penduduk asli di tambang-tambang, dimulainya perebutan dan perampasan di Hindia Timur, dijadikannya Afrika suatu anjang komersial untuk memburu orang-orang berkulit hitam” menjadi sumber modal yang utama bagi negara-negara yang sudah berkembang. Begitu pula maka daerah-daerah jajahan yang sama dijadikan pasaranpasaran yang penting bagi barang-barang hasil produksi massal negara-negara maju.
Dengan semakin tidak mantap dan tidak menentunya proses pembangunan di negara-negara kapitalis yang telah maju itu, maka cengkeraman negara-negara mi atas jajahan-jajahan mereka juga menjadi semakin kuat. Semua jalan ditempuh untuk mengembangkan sumber-sumber bahan mentah serta bahan makanan yang murah di negara-negara mi dan untuk menghalangi kemungkinan timbulnya kegiatan-kegiatan industn pembuatan barang yang akan menyainginya. Tingkat-tingkat upah di tambang-tambang dan perkebunan-perkebunan, misalnya, sengaja ditekan serendah-rendahnya dengan tindakantindakan monopoli, dan industri-industri kerajinan tangan yang tradisional dihancurkan oleh banjirnya barang-barang murah hasil pabrik negara-negara yang sudah berkembang. Hasil akhirnya adalah bahwa daerah-daerah jajahan yang terbelakang itu tidak mendapatkan keuntungan-keuntungan apa pun dan pembangunan secara kapitalis. Ekonomi mereka yang tradisional dihancurkan dan digantikan dengan suatu struktur ekonomi tak-seimbang yang diciptakan semata-mata bagi ekploitasi oleh negara-negara kapitalis yang sudah kebingunan dan yang berusaha keras menghindari kemacetan ekonomi serta revolusi politik.
B. Kesimpulan-Kesimpulan.
Lebih dan seratus tahun telah berlalu sejak Marx untuk pertama kalinya meramalkan keruntuhan kapitalisme, dan pekik “tunggu sampai tahun depan” sudah sejak lama kehilangan bobot dan artinya. Namun demikian, di kalangan dunia yang masih kurang berkembang sekarang mi, Karl Marx tetap merupakan salah satu ahli ekonomi yang paling dikagumi dan paling banyak dibaca karya-karyanya. Sebab-sebab popularitasnya tidaklah mudah dipahami. Tetapi caranya menangani masalah-masalah pembangunan agaknya dipandang banyak orang di negara-negara yang kurang berkembang sebagai berasal dan seseorang yang “benar-benar memahami kesulitan-kesulitan kita”. Barangkali mi adalah terutama karena, sampal tahun-tahun yang relatif belum lama berselang, tidak ada alternatif yang memadai antara teori-teori pertumbuhan yang Sederhana menurut penulis-penulis klasik serta neo-klasik dan pendekatan Marx yang lebih banyak bemada simpatik danpada berisi kebenaran yang nyata.
Karena sebenarnya, dalam arti sebab-sebab ekonomi yang nyata, tidaklah ada sesuatu pun dalam sistem Marx yang mempunyai dasar yang kuat. Prinsip dasamya mengenai sifat ganjil kemajuan teknologi sudah dibuktikan ketidak-benarannya Selama lebih dan seratus tahun. Pengangguran karena teknologi memang kadang-kadang ada menjadi masalah, tetapi sekalikali tidaklah pernah terjadi secara massal. Begitu pula, upah-upah di negara-negara yang telah berkembang berada jauh di atas tingkat hidup minimal yang tampaknya disinggung oleh Marx itu. Lagi pula, para pekerja kelihatannya juga menarik keuntungan dan pertumbuhan di negara-negara berkembang di mana kapitalisme berpengaruh kuat. Pula, apa yang disebut sebagai “hukum” mengenai penumpukan modal ternyata tidak didukung oleh keny ataan. Besarnya perusahaan-perusahaan secara mutlak tentulah telah berkembang dengan luar biasa cepat di semua negara, tetapi di Amerika Serikat, umpamanya, tidaklah tampak adanya perubahan yang berarti dalam tingkat pemusatan kegiatan ekonomi sejak dan pergantian abad yang lalu hingga masa sekarang. Analisa Marx tentang siklus-siklus usaha pun tidak menunjukkan kesesuaian. Seperti banyak penulis lain, maka ia pun tidak puas dengan pemyataan bahwa tidak pernah akan terjadi kekurangan yang kronis dalam permintaan efektif. Akan tetapi, pembahasannya mengenai hal ini lebihlah merupakan suatu pernyataan tentang kemungkinan daripada suatu penjelasan bagaimana hal itu dapat terjadi. Singkatnya, Marx telah gagal dalam usahanya menampakkan sifat eksplosif dan pembangunan menurut cara kapitalis. Karya-karyanya penuh dengan pengamatan-pengamatan ke dalam sifat dan proses pertumbuhan, tetapi ia tidak berhasil menyusun suatu teori perkembangan ekonomi yang secara rasional sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Lechte, John, Pustaka Filsafat , Kanisius (2001) 50 filsuf Kontemporer, dari strukrulis
———————-sampai Postmodernitas.
Huntington,Samuel P. Qalam (2001), Benturan antar peradaban, dan masa depan
——————–politik dunia.
Issawi, Charles,MA , Tintamas (1976), Filsafat Islam tentang sejarah.
Russel, Bertrand, Pustaka Pelajar (2002) , Sejarah Filsafat Barat.
Suriasumantri, Jujun S, Obor (1994), Ilmu dalam Perspektif
Wizan, Adnan M. DR, Fajar Pustaka (2003). Akar gerakan orientalis, dari perang fisik
——————–menuju perang fikir.
Gidden, Antony, IRCiSod (2003), Beyon Left and Right, Tarian ideologis alternatif.
Capra, Fritjof, Bentang (2002), Titik balik Peradaban.
Baldwin, Robert E , Bina Aksara (1981), Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, di
————————negara-negara berkembang
Suryono, Agus, UM Press (2001), Teori dan Isu Pembangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar