IDEOLOGI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF SOSIAL
IDEOLOGI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF SOSIAL
Oleh : Bayu Pramutoko,SE
(Dosen Fakultas Ekonomi Univ. Islam Kadiri – Kediri)
Fakta-fakta
yang menjelaskan perbedaan-perbedaan pokok dalam struktur serta
sarana-sarana produksi antara negara-negara yang sudah dan yang sedang
berkembang menambah pengetahuan kita tentang kondisi-kondisi dan
sumber-sumber kemiskinan di dunia, tetapi tidak banyak menambah
pengertian kita mengenai bagaimana kemiskinan ini dapat timbul atau
bagaimana cara mengatasinya yang terbaik. Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, perlu diteliti bagaimanakah perkembangan
ekonomi itu berlangsung. Perkembangan ekonomi paling baik dapat
dipandang sebagai suatu proses dimamis yang berlangsung terus-menerus.
Perubahan-perubahan dalam serangkaian faktor-faktor dapat menimbulkan
perubahan-perubahan dalam rangkaian-rangkaian variabel yang lain, dan
ini seterusnya dapat menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita. Prosesnya
pun tidak lalu harus berhenti sampai di situ saja. Suatu kenaikan
pendapatan dapat menimbulkan dorongan-dorongan baru yang pada akhimya
akan membawa akibat makin naiknya lagi pendapatan per kapita.
Masalahnya, baik bagi mereka yang hendak dengan tepat meramalkan
pendapatan per kapita di masa mendatang maupun untuk mereka yang ingin
menggariskan kebijaksanaan-kebijaksanaan demi mempercepat pembangunan,
adalah menemukan variabel-variabel serta hubungan-hubungan kuncinya di
dalam proses pembangunan itu.
Teori-teori
pembangunan yang besar dan 200 tahun terakhir ini, maupun
sumbangan-sumbangan utamanya sesudah Perang Dunia II, akan digambarkan
dalam besarnya dan dinilai. Teori-teori ini mengandung prinsip dasar
yang ternyata sangat besar artinya dalam segi-segi pengalaman sejarah
serta pengaruh politik. Meskipun teori-teori itu biasanya tidak dapat
langsung diterapkan pada dunia yang sedang berkembang sekarang ini,
masing-masing teori ada menekankan salah satu hubungan tertentu yang
amat penting untuk dapat memahami proses-proses pertumbuhan yang utama
di negara-negara berkembang dewasa ini.
Kesamaan-kesamaan
yang ada di antara berbagai teori yang akan dibicarakan sebelumnya,
yang meliputi masa sejak dan penulis-penulis klasik sampai pada zaman
sesudah Keynes, adalah penitikberatannya pada pembentukan modal sebagai
proses yang menentukan dalam pembangunan ekonomi. Semua teori mi
berusaha memahami baik proses pengumpulan modal maupun faktor-faktor
ekonomis yang merangsang atau menghambat pembentukan modal. Pikiran para
ahli ekonomi kiasik serta neo-klasik maupun Marx dalam hubungannya
dengan pencapaian tujuan-tujuan mi. Seperti akan terlihat, maka analisa
dan para ahli ekonomi klasik sangat menonjol karena memperlihatkan
bagaimana perkembangan ekonomi dapat digagalkan oleh tekanan-tekanan
penduduk yang disertai dengan kelangkaan sumberdaya-sumberdaya alam.
Sumbangan dan para penulis neo-klasik, di pihak lain, sangat berarti
karena penyempumaan teori ekonomi klasik dalam menganalisa proses
penabungan serta investasi dan dalam menapaki akibat-akibat antar-sektor
dan pembangunan. Berbeda dengan Marx, maka para penulis neo-klasik juga
memberi tekanan pada pengaruh-pengaruh balk dan kemajuan teknologi.
Marx berpendapat bahwa hubungan-hubungan antara produksi yang dikaitkan
dengan kapitalisme tidak dapat disejajarkan dengan kemajuan-kemajuan
teknologi yang dibangkitkan di bawah sistem itu dan bahwa sebagai
akibatnya kapitalisme selalu akan diganggu oleh masa-masa depresi
periodik yang pada akhimya akan menyebabkan kemacetan ekonomi. Tenlepas
dan kebenaran pendapat-pendapat ini, analisa Marx sangat bermanfaat
untuk menunjukkan biaya-biaya pembangunan yang sering kali sangat mahal
karena terjadinya kegoncangan-kegoncangan sosial serta ekonomi.
I. PANDANGAN KLASIK.
Tidaklah
perlu diragukan lagi bahwa nama yang paling terkenal di dunia ekonomi
adalah Adam Smith. Suatu Pengamatan mengenai Sifat serta Penyebab
Kekayaan Bangsa-Bangsa (1776) 1), telah banyak mempengaruhi baik para
pemikir maupun para pembuat kebijaksanaan. Seperti ternyata dan
judulnya, maka perhatian Smith terutama terletak dalam masalah
perkembangan ekonomi. Ia ingin menemukan bagaimana pentumbuhan ekonomi
dapat muncul dan fakta-fakta serta kebijaksanaan-kebijaksanaan apa yang
mempengaruhinya.
A. Pembagian Kerja dan Pertumbuhan yang Kumulatif.
Menurut
Smith, maka pembagian Kerja merupakan kunci untuk meningkatkan
produktivitas. Apabila para pekerja mengkhususkan diri dalam
kegiatan-kegiatan tententu saja dan tidak lagi melakukan beberapa tugas
produksi, maka dengan usaha yang sama mereka itu secara kolektif akan
menghasilkan lebih banyak. Namun sebelum pembagian kerja dapat dilakukan
secara besar-besaran, maka terlebih dahulu perlu diadakan pengumpulan
modal oleh karena spesialisasi tenaga kerja pada umumnya melibatkan
penggunaan mesin-mesin dan perlengkapan-perlengkapan khusus. Karenanya
maka Smith sangat menekankan kemampuan serta kesediaan orang-orang untuk
menabung sebagai syarat mutlak bagi pertumbuhan ekonomi.
Pembatasan
yang lain atas pembagian kerja adalah besarnya pasar. Jika pasarannya
terlalu kecil, maka permintaan tidaklah akan cukup untuk menyerap
barang-barang yang dibuat dengan cara-cara produksi massal. Menaikkan
tingkat pendapatan membawa kecenderungan untuk memperluas pasar bagi
kebanyakan komoditi; juga, pembeli-pembeli baru dapat dicari di
negara-negara lain. Seperti kata Smith mengenai ditemukannya benua
Amerika: “Dengan membuka pasaran yang baru dan tak pernah jenuh bagi
semua komoditi Eropa, maka timbullah pembagian kerja yang semakin meluas
serta penyempurnaan-penyempurnaan dalam cara kerja yang, dalam
keterbatasan perdagangan biasa lalu tidak pernah akan dapat muncul
karena tiadanya pasar untuk menyerap sebagian terbesar dan
hasil-hasilnya.”
Sekali
perkembangan itu berjalan, maka kelanjutannya biasanya akan berjalan
sendiri. Asal saja ada sedikit persediaan modal awal dan
kemungkinan-kemungkinan pemasaran yang memadai, maka pembagian kerja
serta spesialisasi akan timbul dan pendapatan nasional akan meningkat.
Kenaikan pendapatan ini tidak saja akan membuka pasaran baru, tetapi
juga menjadi sumber untuk penabungan dan investasi yang lebih besar. Dan
ini akan mempersiapkan keadaan untuk pembagian kerja serta pertumbuhan
pendapatan yang lebih jauh lagi. Keuntungan lain dan pembagian kerja
adalah semakin bertambah timbulnya gagasan-gagasan yang baru dan lebih
baik untuk membuat komoditi-komoditi. Persediaan modal yang dimungkinkan
oleh pembagian kerja serta spesialisasi sebelumnya lalu mengambil
bentuk mesin-mesin serta peralatan yang lebih sempurna.
Adakah
suatu batas dalam proses perkembangan yang kumulatif ini? Sayanglah
bahwa batas itu ada, kata Smith. Ini akan terjadi bilamana suatu sistem
ekonomi telah mencapai “tingkat kekayaan lengkap yang dimungkinkan oleh
sifat tanah dan iklimnya serta situasinya terhadap negara-negara lain
untuk dicapai”. Smith tidaklah terlalu jelas dalam menerangkan
bagaimanakah posisi yang diam ini pada akhirnya akan dicapai, tetapi
faktor yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan adalah tiadanya lagi
sumberdaya-sumberdaya alam. Dengan semakin dewasanya suatu sistem
ekonomi melalui pembentukan modal serta pertumbuhan penduduk, maka
semakin sulitlah baginya untuk mengatasi nintangan-rintangan sumberdaya
alamnya. Tingkat-tingkat laba atas modal akan menurun sampai pada
akhirnya tidak ada lagi perangsang atau sarana untuk mengumpulkan modal
lebih lanjut.
B. Model Ricardo
David
Ricardo, mungkin yang paling cemerlang di antara para ahli ekonomi
kiasik, adalah yang menjelaskan bagaimanakab kemacetan pada akhirnya
akan menekan semua sistem ekonomi Pandangan Ricardo mengenai pembangunan
adalah suatu gambaran di mana kesulitan yang sem akin meningkat untuk
menyediakan makanan bagi jumlah penduduk yang inakin membesar pada
akhirnya akan menghentikan proses pertumbuhan. mi adalah sebuah teoni
yang sangat sederhana tetapi cukup lengkap, dengan relevansi yang
teramat nyata terhadap negara-negara berkembang dengan penduduknya yang
sangat padat itu.
Model
Ricardo berisi tiga kelompok ekonomi utama kaum kapitalis, kaum pekerja
dan kaum tuan tanah. Kapitalis adalah mereka yang mengarahkan dan –
dengan menabung keuntungan-ketuntungannya – memulai proses perkembangan.
Selama tingkat labanya berada di atas suatu minimum tertentu, hampir
pada tingkat nol, maka mereka akan terus menabung dan menumpuk modal.
Kelompok yang terbesar, kaum pekeija, tidak memiliki alat produksi
apa-apa tetapi menggunakan alatalatnya yang disediakan oleh kaum
kapitalis. Besarnya angkatan kerja berubah-ubah, bergantung pada tingkat
upah. Menurut Ricardo, ada suatu tingkat upah nyata yang “alamiah”,
tercipta karena adat dan kebiasaan, di mana jumlah penduduk yang bekerja
tidak akan bertambah atau pun berkurang. Jika upah-upah naik sampai di
atas tingkatan mi, maka penurunan angka kematian sebagal akibat makanan
yang lebih bergizi dan standar-standar kesehatan yang lebih tinggi akan
membawakan kenaikan dalam jumlah penduduk itu. Sebaliknya, apabila
upahupah nyata turun sampai di bawah tingkatannya yang “alamiah”, maka
kematian akan melebihi kelahiran dan jumlah penduduk akan berkurang.
Kelompok
yang terakhir adalah golongan tuan tanah, yaitu mereka yang memiliki
persediaan tanah yang tidak pernah berubah dan yang dapat menarik sewa
atas penggunaannya. Sewa atas setiap unit tanah yang memakai sejumlah
tertentu tenaga kerja serta modal adalah sama dengan selisih antara
hasil perolehan dan apa yang dihasilkan di tanah itu dan hasil perolehan
yang dapat dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja serta modal yang sama
di tanah bermutu paling rendah yang digunakan. Tanah jenis terakhir mi
pada dasamya akan berupa tanah bebas yang oleh setiap kapitalis dapat
dimanfaatkan tanpa membayar sewa. Sebagai akibatnya, maka para tuan
tanah yang memiliki tanah yang dapat menghasilkan lebih dan apa yang
dihasilkan di tanah marjinal semacam itu akan dapat menarik sebagai sewa
selisihnya dalam hasil antara marjinal dan tanah intra-marjinal dalam
persaingan tawar-menawar di kalangan para kapitalls untuk mendapatkan
tanah yang lebih baik.
C. Keadaan Diam.
Seperti
Adam Smith, maka Ricardo memandang proses pertumbuhan sebagai dapat
berkembang sendiri – sampai suatu titik tertentu. Untuk memulai proses
itu, maka tingkat labanya haruslah positif. mi akan merangsang para
kapitalis untuk menabung sebagian dan pendapatannya. Balk kaum tuan
tanah maupun kaum pekerja menghabiskan seluruh pendapatannya, menurut
Ricardo, sehingga kaum kapitalis memegang peranan yang sangat menentukan
dalam proses pertumbuhan. Dengan dana-dana investasinya, maka para
kapitalis berusaha memperluas hasilnya dengan rnengupah lebih banyak
pekerja serta membeli lebih banyak peralatan. mi mendorong upah nyata
sampai di atas tingkat alamiah, setidak-tidaknya untuk sementara waktu.
Akan tetapi, kenaikan upah membawa akibat menurunnya angka kematian dan,
tidak berapa lama kemudian, suatu kenaikan dalam jumlah angkatan kerja.
mi selanjutnya cenderung untuk menekan kembali tingkat upah. Tetapi
jika sumberdaya-sumberdaya tersedia melimpah dan tingkat labanya tinggi,
maka ada kemungkinan pembentukan modal akan berlangsung begitu cepatnya
sehingga upah-upah nyata tetap tinggi selama jangka waktu yang panjang.
Namun
dengan berkembangnya jumlah penduduk maka tanah-tanah yang semakin
miskin mulai digarap untuk memenuhi kebutuhan makan yang makin
meningkat. Sewa atas tanah yang bermutu lebih balk akan meningkat dan
menyerap bagian yang lebih besar dan hasil-hasil yang diperoleh dan
tanahtanah mi. Uang yang tersisa untuk digunakan oleh para kapitalis dan
kaum pekeija dengan demikian menjadi berkurang. Tingkat-tmgkat laba
lalu menururi dan upah-upah mulai bergerak ke tingkatan alamiah. Selama
tingkat labanya masih di atas nol, maka kaum bermodal terus mengumpulkan
uang dan dengan demikian tetap mempertahankan gerak pertumbuhan
penduduk. Tetapi pada akhimya langkanya tanah-tanah yang subur menjadi
suatu rintangan yang tak mungkin dilewati. mi akan terjadi pada waktu
hasil dan sesuatu unit tenaga kerja dan modal yang digunakan di tanah
yang paling miskin menghasilkan perolehan yang sekedar cukup untuk
menutup upah alamiah para pekerja yang terlibat. Tidak ada lagi yang
tersisa untuk modal dan dengan demikian juga tidak ada lagi perangsang
atau pun sarana untuk pengumpulan modal lebih lanjut. Hal yang sama
terjadi pula di tanah-tanah yang lebih subur. Sewa menyerap selisih
antara keseluruhan hasil dan tanah-tanah ini dan upah alamiah tenaga
kerja yang digunakan. Maka tibalah posisi keadaan diam tak bergerak;
laba-laba menjadi nol (atau hampir nol); upah nyata berada pada tingkat
alamiah yang minimal dan sewa-sewa sangat tinggi.
Kekuatan
utama untuk melawan hasil akhir yang bernada pesimis mi adalah
penyempurnaan-penyempumaan di bidang pertanian agar kebutuhan untuk
sampai memanfaatkan tanah-tanah yang paling tidak subur dapat ditunda.
Kemajuan teknologi semacam itu akan terjadi juga sekali-sekali, tetapi
menurut Ricardo tidak cukup cepat untuk dapat menghalanghalangi keadaan
tidak bergerak yang pada akhimya akan tercapai juga. Jalan keluar lain
yang penting pula dan keadaan semacam mi adalah perdagangan
intemasional. Negara-negara industri yang mengkhususkan din dalam bidang
pembuatan barang-barang dan yang mengimpor bahan makanan murah dan
negara-negara berkembang yang kaya akan tanah masih akan mampu menunda
tibanya akibat-akibat dan terbatasnya sumberdaya-sumberdaya alamnya.
Sedikit
atau banyak mi berarti bahwa tidak ada satu kebijaksanaan pun yang
dapat dianut sesuatu bangsa untuk menghindari tibanya kemacetan pada
akhirnya. Kita boleh saja berpikir bahwa para ahli ekonomi kiasik
tentulah mengangkat tangannya penuh putus asa menghadapi prospek
sedemikian mi. Tetapi agaknya mereka itu tidak pernah memandang
perkembangan ekonomi secara fatalistik begini. Keadaan diamnya memang
akan tiba pada suatu han, demikian pandangan mereka, tetapi nyatanya
mereka selalu dapat saja menemukan tindakan-tindakan yang tepat untuk
menundanya. Semua rekomendasi kebijaksanaan ini berkisar pada
dibatasinya sampai seminimal mungkin campur tangan pihak pemerintah.
Ricardo, seperti penulis-penulis kiasik lainnya, percaya bahwa hampir
semua pajak pada akhirnya akan berbenturan dengan keuntungan-keuntungan
sehingga akan mengendorkan tingkat perkembangan ekonomi. Atau,
sebaliknya, jika kaum pemilik modal diberi keleluasaan yang maksimal
untuk mencari untung, maka ia memperkirakan bahwa tangan mekanisme harga
yang tak terlihat akan dengan baik membagi-bagikan
sumberdaya-sumberdaya yang tensedia serta bertindak menunda selama
mungkin tibanya keadaan tanpa gerak itu, asalkan tidak terdapat
posisi-posisi monopoli.
II. PERTUMBUHAN YANG SERASI MELALUI PEMBENTUKAN MODAL
SERTA KEMAJUAN TEKNOLOGI – MODEL NEO – KLASIK.
Sepenti
mudah dimaklumi, maka apa yang tidak dapat diramalkan oleh para ahli
ekonomi kiasik adalah luas dan kemantapanflya revolusi industri yang
berkobar di seluruh bagian dunia yang lebih maju di akhir abad
kedelapanbelas serta abad kesembilanbelas. Kemajuan teknologi lebih dan
mampu mengimbangi akibat-akibat parah dan keuntungan yang semakin
berkunang. Teori Maithus yang mentah mengenai pertumbuhan penduduk tidak
benlaku di negana-negara yang sudah lebih maju itu. Dengan naiknya
tingkat pendapatan, maka angka-angka kelahiran mulai menuhin dan dengan
demikian bertindak sebagai pembatas atas pertambahan jumlah penduduk.
Pada ketiga perempat abad kesembilanbelas, tingkat-tingkat pendapatan
per kapita di negara-negara yang sudah benkembang berada jauh di atas
apa yang dapat dianggap Sebagai tingkat batas minimum alamiah, dan,
lebih-lebih lagi, naik dengan pesat. Sebagai akibatnya maka teoni kiasik
mengenai perkembangan ekonomi tampak tidak nelevan lagi untuk
menganalisa pentumbuhan ekonomi di negara-negara. yang sudah maju.
Kebanyakan
ahli ekonomi lalu meninggalkan pendekatan yang sederhana namun
menyeluruh dari penulis-penulis kiasik. Perubahan-perubahan dalam jumlah
penduduk dianggap sebagai sesuatu yang “sudah pasti” dan bukannya lagi
hams dijelaskan sebagam bagian dan analisanya. Begitu pula maka kemajuan
teknologi dipenkenalkan sebagai sebuah variabel yang berdiri sendini,
telah ditentukan oleh kekuatan-kekuatan non-ekonomi. Ahli-ahli ekonomi
neoÄklasik menjadi jauh lebih banyak “mclihat ke dalam” daripada
pendahulu-pendahulunya. Mereka mulai menganalisa bagaimanakah caranya
sistem hanga mengalokasikan sumberdaya-sumberdaya sebuah kelompok
ekonomi di antana ribuan pemakaian yang saling berbeda dan saling
bersaing.
A. Proses Pembentukan Modal.
Salah satu pokok penting yang banyak mendapatkan keuntungan dan cara pendekatan mi adalah pembentukan modal. Para
penulis klasik memandang proses mi sebagai sesuatu yang berjalan
mekanis. Kaum pemilik modal secara otomatis menanam kembali sebagian
besar dan pendapatannya, selama tingkat labanya berada di suatu tingkat
hampir-nol. Penulis-penulis neo-klasik menyempumakan analisa mi dan
menjadikannya lebih dapat diterapkan pada lingkungan kelembagaan dan
abadabad kesembilanbelas dan keduapuluh.
Dalam
model neo-klasik, maka para penabung dan para penanam modal tidaklah
harus orang-orang yang sama. Pengusaha-pengusaha dapat saja membeli
barang-barang modal dengan dana-dana pinjaman, dan masing-masing orang
dapat menabung dengan membeli kertas-kertas berharga dan tidak lagi
dengan membeli harta kekayaan fisik. Pasaran modal menjadi lembaga
perantara di mana para penabung dan para penanam modal saling bertemu,
dan persediaan dan permintaan mereka akan dana-dana yang dapat
diinventasikan dipertemukan satu dengan lainnya. Harga dan pelaksanaan
fungsi mi adalah tingkat sukubunganya. Lebih jelasnya, volume tabungan
dianggap bergantung pada tingkat sukubunga itu. Jika tingkat sukubunga
naik dan 4% menjadi 6%, maka dianggap bahwa orang-orang akan menabung
lebih banyak dan pendapatannya yang berada pada suatu tingkat tertentu.
Namun ada pula suatu tingkat sukubunga yang sangat rendah di mana mereka
itu akan lebih senang menghabiskan seluruh pendapatannya. Dengan
katakata lain, maka kurva grafik persediaan dana-dana yang dapat
diinvestasikan beijalan naik seperti kurva persediaan yang biasa.
Perubahan-perubahan dalam tingkat pendapatan juga mempengaruhi tabungan.
Makin tinggi pendapatan seseorang, makin besarlah kesediaannya untuk
menabung pada sesuatu tmgkat sukubunga yang tertentu.
Dalam
analisa neo-klasik maka tmgkat sukubunga juga memainkan peranan yang
amat penting dalam menentukan investasi. Para pengusaha membandingkan
persentase keuntungan yang bakal mereka peroleh dan sesuatu proyek
investasi dengan tingkat persentase dengan apa mereka akan dapat
meminjam dana-dana bagi pembiayaannya. Selama yang disebut pertama tadi
lebih tinggi danipada yang disebut belakangan, maka lebih
menguntungkanlah untuk melakukan investasi. Dalam status pengetahuan
teknologi yang bagaimana pun adanya, maka Semakin besar volume
investasinya, semakin rendahlah perolehannya dan kegiatan penambahan
investasi. Seperti kurva permintaan pada umumnya, maka permintaan akan
dana-dana yang dapat diinvestasikan karenanya mengarah ke bawah. Namun
penyempurnaan-penyempunnaan di bidang teknologi cenderung untuk
menggeser seluruh kurva itu ke kanan.
Dalam
masa tertentu yang mana pun maka perpotongan antara kurva permintaan
dan kurva penawaran akan dana-dana investasi menentukan balk tingkat
sukubunga di pasaran nyata maupun volume tabungan serta investasinya.
Investasi-investasi yang dilakukan memperbesar persediaan modal sistem
perekonomian dan dengan demikian menaikkan produktivitas angkatan
keijanya. Di lain pihak, tanpa adanya kemajuan teknologi maka kurva
permintaan akan dana-dana untuk diinvestasikan akan menurun, oleh karena
proyek-proyeknya yang paling menguntungkan telah habis dalam masa
investasi yang sebelumnya. Sebagal akibatnya maka kurva permitnaan dan
kurva penawarannya akan berpotongan pada suatu tingkat sukubunga yang
lebih rendah, dan dengan demikian membuat proyek-proyek yang kurang
menguntungkan menjadi lebih menguntungkan. Sementara proses ini
berlangsung, maka volume kegiatan investasi lama-kelamaan akan menurun
dan pada akhirnya berhenti setelah tingkat sukubunganya menjadi begitu
rendahnya sehingga masyarakat secara keseluruhan tidak lagi berkeinginan
untuk menabung sisa uangnya. Inilah yang menjadi posisi kea~aaan diam
tak bergeraknya, tetapi tanpa disertai beban tingkat pendapatan per
kapita yang rendah.
Kebanyakan
penulis neo-klasik dengan penuh optimisme menolak untuk menerima hasil
akhir yang diam tak bergerak semacam mi. Mereka setuju dengan pendapat
Marshall: “Tampaknya tidaklah ada alasan yang cukup berdasar untuk
mengira bahwa kita sudah mendekati suatu keadaan diam.” Optimisme itu
didasarkan atas dua faktor penting. Pertama, mereka yakin bahwa kemajuan
teknologi yang berjalan terus akan selalu membuka prospek-prospek
investasi barn yang sangat menguntungkan. Menurut perkiraan mereka,
kemajuan ini akan berjalan cukup pesat untuk dapat mengatasi,
setidak-tidaknya dalam masa dekat mendatang, setiap desakan kemacetan
apa pun yang disebabkan oleh kelangkaan sumberdaya-sumberdaya alam.
Kedua, mereka menduga bahwa setiap penurunan kecil dalam tingkat
sukubunga akan membuat sejumlah besar prospek investasi menjadi
menguntungkan. Dengan kata-kata lain, kurva permintaan akan dana-dana
yang dapat diinvestasikan bersifat elastis sekali. Oleh karena itu maka
akan diperlukan waktu yang lama sebelum suatu posisi diam tanpa gerak
akan tercapai, sekalipun tanpa adanya kemajuan teknologi.
Pandangan
yang optimistik mi beranggapan adanya kesediaan untuk menabung di
sebagian dan penduduk. Jika keinginan untuk menabung itu lemah, maka
pertumbuhan akan menjadi lambat, betapa pun menguntungkannya
kesempatan-kesempatan untuk menanamkan modal. Namun optimisme neokiasik
juga meluas sampai sejauh mi. Walaupun mereka itu tidak pernah
melewatkan setiap kesempatan untuk memuji-muji sikap untuk berhemat dan
menabung, kebanyakan ahli ekonomi neo-klasik menganggap bahwa menabung
itu sudah menjadi kebiasaan yang mendarah-daging di kalangan
negara-negara maju – suatu kebiasaan yang makin lama menjadi makin kuat.
B. Pembangunan yang Bertahap dan Serasi.
Segi
yang penting lainnya dalam pandangan neo-klasik Mengenai pembangunan
adalah sifat pertumbuhan yang berlangsung berdikit-dikit serta serasi.
Berbeda dengan model Ricardo dan – lebih-lebih lagi – kerangka menurut
Marx, maka pembangunan menurut neo-klasisme bukanlah suatu proses di
mana satu golongan pendapatan menarik keuntungan Sedangkafl yang
lain-lain merugi. Semua golongan mendapatkan manfaat dan pertumbuhan.
Kemajuan teknologi mungkin dapat menimbulkan pengangguran sementara di
kalangan pekerja-pekerja tertentu, tetapi efek bersih dan kemajuan
sedemikian itu adalah meningkatnya permintaan akan tenaga kerja. Lagi
pula, cara-cara yang barn hanyalah diperkenalkan secara berangsur-angsur
sehingga dalam kebanyakan hal pengangguran teknologis yang berlangsung
sebentar tidaklah menjadikan masalah.
Pantulan-pantulan
balik yang menguntungkan dan pertumbuhan dalam industri yang satu pada
industri-industri lainnya juga menonjolkan sifat serasinya proses
pembangunan menurut kaum neo-klasik. Marshall memperkenalkan gagasan
mengenai “External Economics” untuk menjelaskan antarhubungan semacam
ini. Dengan “External Economics” dimaksudkannya prospek-prospek
pertambahan keun tungan bagi Sesuatu industri tertentu sebagai akibat
dan suatu kegiatan ekonomi yang terjadi sama sekali di luar industri
itu. Sebagai contoh, dengan makin berkembangnya sebuah industri, maka ia
akan memerlukan lebih banyak bahan mentah dan jasa-jasa dan
lingkungan-lingkungan industri yang lain. Industri-industri ini lalu
didorong untuk juga berkembang. Begitu pula, pertumbuhan dapat membuat
harga sesuatu produk seperti misalnya tenaga listrik menjadi turun
berkat penghematan-penghematannya karena diproduksi secara
besar-besaran. Penurunan harga pada gilirannya akan menaikkan laba di
kalangan industriindustni yang merupakan pemakai-pemakai tenaga listrik
yang besar. Salah satu sumbangan pikiran yang cemerlang dan para ahli
ekonomi-neo-klasik adalah bahwa mereka berhasil menemukan adanya
hubungan-hubungan mikro semacam ini. Mereka menunjukkan bahwa
pembangunan bukanlah saja suatu rangkaian hubungan yang sederhana di
antara beberapa variabel umum.
Setiap
langkah maju membawa akibat suatu reaksi rantai yang rumit yang dapat
berpengaruh atas bermacam-macam usaha serta industri dan yang dalam
dirinya dapat menjadi penyebab terjadinya pertumbuhan lebih lanjut yang
tidak kecil.
Dugaan
bahwa proyek-proyek investasi mempunyai interaksi yang baik satu
terhadap lainnya sering kali digunakan untuk membenarkan rencana-rencana
investasi besar-besaran yang diatur pemerintah bagi negara-negara
berkembang sekarang mi. Akan tetapi, para ahli ekonomi neo-klasik
tidaklah menarik implikasi-implikasi kebijaksanaan yang sedemikian itu
dan antarhubungan-antarhubungan in Sebaliknya, mereka lebih cenderung
untuk mengikuti kebijaksanaan Laissez-faire yang dianjurkan oleh
penulis-penulis kiasik. Campur tangan pemerintah memang diperlukan untuk
mencegah monopoli-monopoli dan untuk menjaga pertahanan nasional,
tetapi pada umumnya persaingan atomistik perusahaan sejenis yang kecil
ukurannya dianggap sebagai kebijaksanaan yang paling baik untuk
merangsang pembangunan. Mereka menolak argumentasi bahwa sebagian
terbesar dan kesempatan-kesempatan investasi yang mempunyai
antar-hubungan menghendaki pengendalian secara terpusat jika
kesempatan-kesempatan yang paling menguntungkan hendak dimanfaatkan
sampai sepenuh-penuhnya. Menurut model neo-klasik, maka pembangunan
berlangsung dalam langkahlangkah kecil yang hampir tidak pernah
berhenti. Oleh karenanya maka harga pada umumnya tidak pernah akan
menyimpang sangat jauh sebagai indikator bagi kesempatan-kesempatan
investasi yang paling produktif. Tingkat ketidak-pastian ekonomi juga
berada pada suatu titik minimum dalam lingkungan ekonomi yang demikian
lancar dan serasi. Berhubung dengan itu maka para penanam mempunyai
kecenderungan untuk senantiasa mengamati setiap antar-hubungan yang
memerlukan investasi yang besar dan membuat perhitungan-perhitungan
biaya yang teliti agar keberhasilan usaha mereka terjamin.
III KONTRADIKSI-KONTRADIKSI DALAM PEMBANGUNAN
MENURUT KAPITALISME – MARX.
Tantangan
utama terhadap teori pembangunan kiasik maupun neo-klasik datang dan
golongan Marxis 6) Marx dan pengikut-pengikutnya menganggap teori
pembangunan yang tradisional sebagai dangkal dan tak berarti.
Keadaan-keadaan seperti kemajuan teknologi yang berjalan pelan atau pun
langkanya sumberdaya-sumberdaya alam, dalam pandangan mereka, hanyalah
merupakan penyebab-penyebab yang kurang mendasar bagi tenjadinya
kesulitan-kesulitan dalam pembangunan. Kita terlebih dahulu hams
meneliti sifat-sifat sistem ekonomi yang berpengaruh atas jalannya
produksi untuk dapat menemukan faktor-faktor fundamental yang menentukan
pola pembangunan. Suatu susunan ekonomi tertentu dalam
kegiatan-kegiatan produksi menentukan struktur penggolongan (class
structure ) dalam sesuatu masyarakat. Seterusnya, maka dan suatu
struktur golongan yang tertentu maka dapatlah terbentuk suatu
struktur-atas berupa gagasan-gagasan serta lembaga-lembaga yang
mendominasi kebudayaan masyarakat itu. Pada tahap-tahap awal sebuah
sistem sosial yang baru, maka kekuatan-kekuatan produksi yang materiil
masili berimbang baik dengan struktur golongan maupun dengan
struktur-atas gagasangagasan serta lembaga-lembaganya itu. Tetapi
struktur-struktur golongan dan lembaga-lembaga yang mengelilinginya
berubah menjadi tetap dan tidak dapat berubah lagi, sedangkan
kekuatan-kekuatan produksi mateniilnya mengalami perubahanperubahan
secara otonom. Susunan golongan yang ada lalu menjadi tidak benmbang
lagi dengan kekuatan-kekuatan ekonomi yang barn, dan timbullah
pertentangan politik antara golongan yang akan menanik keuntungan dan
perubahan-perubahan sosial dan golongan yang akan dirugikan. Oleh karena
kekuatankekuatan produksi yang mateniil itu menentukan segala-galanya,
maka golongan yang akan mendapat keuntungan pada akhirnya selalu akan
menang dengan akibat berdirinya sebuah sistem sosial yang baru.
Inilah
gambaran sekilas mengenai penafsiran historis-materialisme menurut
Marx. Jika kita hendak membuat suatu penilaian yang tepat tentang
proses-proses serta prospek-prospek pembangunan, maka menurut Marx kita
haruslah menganalisa pertumbuhan di dalam kerangka teori ini. Sistem
sosial yang terutama mendapat perhatian Marx adalah, tentunya,
kapitalisme. Dalam pandangannya, sistem kapitalisme mengandung segaIa
macam kontradiksi di dalamnya seliingga pembangunan tidaklah mungin
berhasil. Bahkan, kontradiksi-kontradiksi mi begitu besamya sehingga
sistem itu sendiri pada akhirnya akan runtuh dan digantikan oleh
sosialisme. Dalam masyarakat tanpa gobngan sedemikian mi maka
kekuatan-kekuatan ekonomi yang besar dan merangsang pertumbuhan akan
dapat dimanfaatkan Sepenuhnya, dan pembangunan yang akan dihasilkannya
akan menguntungkan semua pihak dalam masyarakat.
A. Model Pertumbuhan menurut Kapitalisme.
Analisa
Marx mengenai pembangunan menurut kapitalisme adalah sebagai berikut.
Ada dua golongan dalam sistem itu: golongan kapitalis dan golongan
pekerja. Golongan yang pertama memiliki semua sarana produksi (peralatan
dan sumberdaya-sumberdaya alam) yang terdapat dalam sistem ekonominya.
Kaum pekerja atau buruh hanyalah memiliki tenaga untuk dijual. Tujuan
setiap kapitalis adalah sebanyak mungkin memperbesar keuntungannya (sewa
dan laba atas modal oleh Marx disatukan saja di bawah istilah in, bukan
saja Untuk menaikkan taraf hidupnya sendiri tetapi, yang lebih penting
lagi, juga untuk mendapatkan dana-dana investasi untuk dapat bersaing
dengan sesama kapitalis lain.
Salah
satu cara yang dapat ditempuh para pemilik modal untuk menaikkan
pendapatannya adalah dengan menerapkan penemuan-penemuan barn yang
menghemat biaya dan dengan demikian memperoleh kemenangan sementara atas
saingan-saingannya. Kesempatan-kesempatan untuk memanfaatkan
penyempumaan-penyempurnaan teknobogi sedemikian itu tersedia melimpah
dabam sistem Marx. Dan sesungguhnyalali, apabila dalam model klasik
langkanya kemajuan teknologi yang memadai merupakan hambatan yang
terakhir dalam model kiasik, maka ketidak-mampuan untuk mengikuti kemaj
uan teknologi yang pesat menjadi penyebab utama runtuhnya kapitalisme
dabam model Marx. Lebih tegasnya, maka penghematan tenaga kerja karena
kemajuan teknologi-lah yang menciptakan berbagai masalah. Marx memandang
kemajuan-kemaJuan teknologi di bawah kapitalisme sebagai penyebab dan
pengangguran teknobogi secara massal. Lebih banyak pekerja digantikan
langsung oleh mesin-mesin baru daripada yang diserap melalui
pengaruh-pengaruh sekunder dan penurunan biaya-biaya produksi. Kumpulan
kaum penganggur yang terJadi, yang oleh Marx dinamakan “tentara cadangan
industri”, menjadi kekuatan yang menekan tingkat upah pekerja-pekerja
yang masih bekenja, dan pada akhimya upah-upah mi akan turun sampai di
bawah tingkat hidup minimal.
Jika
antara mesin dan manusia terdapat kemungkinan penggantian sampai ke
tingkat yang jauh, maka kaum penganggur sedikit-demi-sedikit akan
diserap lagi dengan digunakannya lebih banyak cara-cara produksi yang
padat-karya. Tetapi Marx telah menentukan bahwa terdapat suatu hubungan
yang tetap antara peralatan dan tenaga kerja untuk setiap keadaan
teknobogi yang mana pun. Pada saat mana pun, persediaan modal tidaklah
mencukupi untuk memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang tersedia. Lagi
pula, dengan makin berusahanya kaum pemilik modal untuk memperbesar
tingkat penumpukan modalnya dengan memperkenalkan cara-cara produksi
yang baru, maka keadaannya menjadi bertambah buruk karena, di pihak
lain, teknik-teknik yang barn itu justru memperbesar pengangguran.
Dengan demikian, makin lama makin banyak dan golongan pekerja akan jatuh
ke dalam perangkap tentara cadangan industri, dan upah bagi mereka yang
masih beruntung mendapatkan pekerjaan terdesak sampai ke tingkat yang
minimal sekali.
Golongan
kapitalis pun tidak bernasib lebih baik, menurut Marx. Mereka makin
lama makin terlibat dalam kancah persaingan yang saling membunuh, di
mana sikap tak kenal ampun merupakan syarat mutlak untuk dapat bertahan
hidup. Misalnya saja, dalam usaha mempertahankan din jangan sampai
tercaplok oleh perusahaan-perusahaan lain, maka masing-masing pemiik
modal akan mencoba mempertahankan tingkat labanya dengan memperpanjang
han keija serta menurunkan upah bahkan sampai di bawah tingkat hidup
minimal. Mempekerjakan wanita dan anak-anak merupakan cara yang lain
untuk tetap mempertahankan keuntungan-keuntungan yang tinggi. Meskipun
demikian, sekalipun dengan bentuk-bentuk eksploitasi semacam mi masih
banyak juga pemilik modal yang gagal dan terdorong ke dalam golongan
pekerja. Makin lama makin sedikit pemilik modal yang memegang kendall
atas jumlah-jumlah modal yang semakin membengkak.
Jurang
yang semakin melebar antara golongan kapitalis dan golongan pekerja
akan mengarah kepada krisis-krisis berulang yang makin lama makin dalam
dan yang menurunkan keuntungan para kapitalis yang paling kuat
sekalipun. Daya beli kaum pekerja dibatasi oleh kemiskinan mereka,
sedangkan di pihak kapitalis kemampuannya dibatasi oleh kebutuhannya
untuk menabung agar dapat bertahan dalam kancah persaingan. Sebagai
akibatnya maka secara periodik terjadilah suatu kelesuan yang menyeluruh
pada waktu konsumsi tidak dapat mengimbangi kekuatan-kekuatan produksi
dalam sistem ekonominya.
Salah
satu ciri yang paling menonjol dalam uraian Marx mengenai pembangunan
menurut kapitalisme adalah keyakinannya bahwa sifat kegiatan-kegiatan
ekonomi di tanah-tanah terjajah bergantung pada apa yang sedang terjadi
di negara-negara kapitalis yang sudah maju. Ia berdalih, misalnya, bahwa
“penemuan-penemuan emas dan perak di Amerika, pemaksaan, perbudakan
serta penguburan penduduk asli di tambang-tambang, dimulainya perebutan
dan perampasan di Hindia Timur, dijadikannya Afrika suatu anjang
komersial untuk memburu orang-orang berkulit hitam” menjadi sumber modal
yang utama bagi negara-negara yang sudah berkembang. Begitu pula maka
daerah-daerah jajahan yang sama dijadikan pasaranpasaran yang penting
bagi barang-barang hasil produksi massal negara-negara maju.
Dengan
semakin tidak mantap dan tidak menentunya proses pembangunan di
negara-negara kapitalis yang telah maju itu, maka cengkeraman
negara-negara mi atas jajahan-jajahan mereka juga menjadi semakin kuat.
Semua jalan ditempuh untuk mengembangkan sumber-sumber bahan mentah
serta bahan makanan yang murah di negara-negara mi dan untuk menghalangi
kemungkinan timbulnya kegiatan-kegiatan industn pembuatan barang yang
akan menyainginya. Tingkat-tingkat upah di tambang-tambang dan
perkebunan-perkebunan, misalnya, sengaja ditekan serendah-rendahnya
dengan tindakantindakan monopoli, dan industri-industri kerajinan tangan
yang tradisional dihancurkan oleh banjirnya barang-barang murah hasil
pabrik negara-negara yang sudah berkembang. Hasil akhirnya adalah bahwa
daerah-daerah jajahan yang terbelakang itu tidak mendapatkan
keuntungan-keuntungan apa pun dan pembangunan secara kapitalis. Ekonomi
mereka yang tradisional dihancurkan dan digantikan dengan suatu struktur
ekonomi tak-seimbang yang diciptakan semata-mata bagi ekploitasi oleh
negara-negara kapitalis yang sudah kebingunan dan yang berusaha keras
menghindari kemacetan ekonomi serta revolusi politik.
B. Kesimpulan-Kesimpulan.
Lebih
dan seratus tahun telah berlalu sejak Marx untuk pertama kalinya
meramalkan keruntuhan kapitalisme, dan pekik “tunggu sampai tahun depan”
sudah sejak lama kehilangan bobot dan artinya. Namun demikian, di
kalangan dunia yang masih kurang berkembang sekarang mi, Karl Marx tetap
merupakan salah satu ahli ekonomi yang paling dikagumi dan paling
banyak dibaca karya-karyanya. Sebab-sebab popularitasnya tidaklah mudah
dipahami. Tetapi caranya menangani masalah-masalah pembangunan agaknya
dipandang banyak orang di negara-negara yang kurang berkembang sebagai
berasal dan seseorang yang “benar-benar memahami kesulitan-kesulitan
kita”. Barangkali mi adalah terutama karena, sampal tahun-tahun yang
relatif belum lama berselang, tidak ada alternatif yang memadai antara
teori-teori pertumbuhan yang Sederhana menurut penulis-penulis klasik
serta neo-klasik dan pendekatan Marx yang lebih banyak bemada simpatik
danpada berisi kebenaran yang nyata.
Karena
sebenarnya, dalam arti sebab-sebab ekonomi yang nyata, tidaklah ada
sesuatu pun dalam sistem Marx yang mempunyai dasar yang kuat. Prinsip
dasamya mengenai sifat ganjil kemajuan teknologi sudah dibuktikan
ketidak-benarannya Selama lebih dan seratus tahun. Pengangguran karena
teknologi memang kadang-kadang ada menjadi masalah, tetapi sekalikali
tidaklah pernah terjadi secara massal. Begitu pula, upah-upah di
negara-negara yang telah berkembang berada jauh di atas tingkat hidup
minimal yang tampaknya disinggung oleh Marx itu. Lagi pula, para pekerja
kelihatannya juga menarik keuntungan dan pertumbuhan di negara-negara
berkembang di mana kapitalisme berpengaruh kuat. Pula, apa yang disebut
sebagai “hukum” mengenai penumpukan modal ternyata tidak didukung oleh
keny ataan. Besarnya perusahaan-perusahaan secara mutlak tentulah telah
berkembang dengan luar biasa cepat di semua negara, tetapi di Amerika
Serikat, umpamanya, tidaklah tampak adanya perubahan yang berarti dalam
tingkat pemusatan kegiatan ekonomi sejak dan pergantian abad yang lalu
hingga masa sekarang. Analisa Marx tentang siklus-siklus usaha pun tidak
menunjukkan kesesuaian. Seperti banyak penulis lain, maka ia pun tidak
puas dengan pemyataan bahwa tidak pernah akan terjadi kekurangan yang
kronis dalam permintaan efektif. Akan tetapi, pembahasannya mengenai hal
ini lebihlah merupakan suatu pernyataan tentang kemungkinan daripada
suatu penjelasan bagaimana hal itu dapat terjadi. Singkatnya, Marx telah
gagal dalam usahanya menampakkan sifat eksplosif dan pembangunan
menurut cara kapitalis. Karya-karyanya penuh dengan
pengamatan-pengamatan ke dalam sifat dan proses pertumbuhan, tetapi ia
tidak berhasil menyusun suatu teori perkembangan ekonomi yang secara
rasional sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Lechte, John, Pustaka Filsafat , Kanisius (2001) 50 filsuf Kontemporer, dari strukrulis
———————-sampai Postmodernitas.
Huntington,Samuel P. Qalam (2001), Benturan antar peradaban, dan masa depan
——————–politik dunia.
Issawi, Charles,MA , Tintamas (1976), Filsafat Islam tentang sejarah.
Russel, Bertrand, Pustaka Pelajar (2002) , Sejarah Filsafat Barat.
Suriasumantri, Jujun S, Obor (1994), Ilmu dalam Perspektif
Wizan, Adnan M. DR, Fajar Pustaka (2003). Akar gerakan orientalis, dari perang fisik
——————–menuju perang fikir.
Gidden, Antony, IRCiSod (2003), Beyon Left and Right, Tarian ideologis alternatif.
Capra, Fritjof, Bentang (2002), Titik balik Peradaban.
Baldwin, Robert E , Bina Aksara (1981), Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, di
————————negara-negara berkembang
Suryono, Agus, UM Press (2001), Teori dan Isu Pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar