Marx dalam pembukaan manifesto komunis mengatakan: Sejarah dari semua
masyarakat yang ada hingga saat ini adalah adalah sejarah perjuangan
klas.
Kini kita hidup dimana segelintir manusia memiliki alat produksi dan
membiarkan jutaan manusia lain terjurumus dalam kemiskinan yang sangat
parah. Yah, kini kita berada dalam masyarakat yang terbagi dalam
klas-klas, sebuah masyarakat klas yang menempatkan segelintir manusia
yang kaya di satu sisi dan miskin di sisi lain. Masyarakat klas ini
tidak bagitu saja lahir. Pada awalnya, selama puluhan ribu tahun,
masyarakat manusia belum terbagi menjadi klas-klas. Namun, semenjak
manusia mampu menghasilkan surplus di situ pula memungkinkan manusia
terbagi menjadi klas-klas.
Mari
kita kembali pada zaman peradaban manusia yang dimana mereka masih
berburu dan meramu, yang biasa disebut masyarakat komunisme primitif.
Masyarakat ini bertahan hidup tanpa bisa menghasilkan surplus. Mereka
hidup dari hari-ke-hari saja tanpa bisa menimbun persediaan makanan yang
besar. Di masyarakat pada tahap ini niscaya tidak akan terbentuk
masyarakat yang terbagi menjadi klas-klas.
Karena dorongan alam, dan juga karena kekreatifan manusia, maka
manusia pun mengembangkan metode cocok-tanam yang lebih produktif
daripada berburu dan meramu. Dengan pertanian, manusia dapat memproduksi
makanan lebih, menimbun persediaan, dan hidup menetap.
Pada masa kejayaan pertanian atau yang biasa kita sebut revolusi
neolitik, manusia sudah menciptakan surplus yang bisa memberi makanan
kepada Kepala Suku, Pemangku Adat, Pemuka Agama, dan sebagainya. Mereka
adalah lapisan masyarakat yang tidak perlu bersusah payah bekerja
mencari makan. Di sinilah awal dari terbentuknya masyarakat kelas,
dimana ada segelintir manusia menikmati surplus yang dihasilkan oleh
masyarakat luas.
Semakin produksi berkembang, hasil surplus semakin jatuh ke tangan
minoritas ini dan sebuah jurang kelas terbentuk. Sumber kekuasaan dari
kelas atas adalah kepemilikan mereka atas nilai lebih produksi
masyarakat. Oleh karenanya sarana-sarana pendukung kepemilikan pribadi
mulai diciptakan, yakni hukum-hukum, norma masyarakat, tentara, polisi
dan sebagainya, guna melanggengkan kekuasaan dari minoritas ini. Inilah
awal dari terbentuknya Negara.
Segelintir minoritas yang berprivilese mulai menggunakan alat pemaksa
kekerasan untuk meningkatkan surplus yang dihasilkan dari mayoritas
yang ditaklukannya. Inipun menghasilkan perlawanan. Masyarakat kelas
menghasilan perjuangan kelas. Masyarakat kelas yang berbeda menghasilkan
perjuangan kelas yang berbeda pula.
Seperti perbudakan Romawi Kuno, budak-budak adalah properti pribadi
klas penguasa. Pemilik budak mempunyai barang-barang yang diproduksi
oleh budak karena ia memiliki budak itu. Dalam tahap ini segelintir
minoritas memiliki surplus dari punggung budak. Sampai pada akhirnya ada
Perang Budak Ketiga melawan Republik Romawi yang dipimpin oleh
Spartacus. Namun di sini perlawanan kaum budak tidak menghasilkan
kemenangan. Akhirnya sistem perbudakan runtuh dengan sendirinya karena
kontradiksinya dan membawa Peradaban Gelap.
Feodalisme Abad Pertengahan pun lahir. Masyarakat feodal ini berbeda
dengan tahap masyarakat perbudakan ini. Para hamba sahaja – yakni kaum
tani - memiliki apa yang diproduksinya dari tanah milik tuan bangsawan,
tetapi sebagai imbalan mereka harus menyediakan sejumlah hari dalam
setiap tahun untuk bekerja di tanah yang dimiliki oleh tuan-tuan feodal.
Waktu mereka dibagi, barangkali separuh dari waktu mereka akan
digunakan untuk bekerja bagi sang tuan, separuhnya lagi bagi mereka
sendiri. Bila mereka menolak untuk bekerja kepada sang tuan, ia
berwenang untuk menghukum mereka.
Sampai pada akhirnya industrialisasi menggantikan sistem pertanian,
dan lahirlah kapitalisme. Surplus produksi menjadi lebih besar dan
memaksa jutaan laki-laki, perempuan, muda-mudi masuk dalam
pabrik-pabrik. Dalam masyarakat industrialisasi atau yang biasa kita
sebut kapitalisme, segelintir minoritas tidak secara fisik memiliki sang
pekerja, tidak juga berwenang menghukum secara fisik seorang pekerja
yang menolak untuk melakukan kerja yang tak dibayar untuknya. Tapi
segelintir minoritas ini memiliki pabrik-pabrik di mana sang pekerja
harus mendapatkan suatu pekerjaan bila ia ingin tetap hidup. Jadi mudah
saja bagi klas minoritas untuk memaksa sang pekerja untuk bekerja dengan
upah yang jauh lebih sedikit daripada nilai barang-barang yang
diproduksinya.
Setiap perubahan tahapan dalam sejarah tidak begitu saja berubah
tanpa ada perlawanan dari kelas yang terhisap, kita menyaksikan
Pemberontakan Budak Ketiga di Romawi, Revolusi Borjuis di Inggris,
Komune Paris, sampai pada Revolusi Oktober di Rusia.
Bahwa setiap pertumbuhan tenaga-tenaga produksi yang baru – yakni
cara-cara baru memproduksi kekayaan – berbenturan dengan
kepentingan-kepentingan klas penguasa yang lama. Suatu perjuangan
berkembang, yang hasilnya menentukan seluruh masa depan masyarakat.
Kita hidup pada periode dimana tenaga-tenaga produktif telah
melampaui negara dan bangsa, apa yang kerap disebut globalisasi. Ini
membuat perjuangan kelas di dalam kapitalisme menjadi sebuah perjuangan
yang mendunia, yang internasionalis. Selain itu, tugas perjuangan kelas
buruh juga tidak terbatas pada merubah tatanan masyarakat kelas, tetapi
justru kembali ke masyarakat tanpa kelas. Akhir kata, perjuangan kelas
yang sedang kita kobarkan adalah sebuah keniscayaan sejarah. Mereka yang
menolaknya, terutama kaum borjuis dengan akademisi mereka, sedang
mencoba membutakan kaum buruh dari tugas sejarahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar