Powered By Blogger

Senin, 02 April 2012

Pembagian Hadits dari Segi Kualitas

Pembagian Hadits dari Segi Kualitas

1) Hadits Shahih
  • Hadits Shahih, yakni hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabith dari rawi yang sama hingga akhir sanad, terhindar dari syadz dan cacat.
  • 5 syarat Hadits Shahih:
  1. Sanadnya bersambung, artinya setiap rawi bersambung secara langsung dengan rawi sesudahnya dari rawi pertama hingga rawi terakhir.
  2. Rawi adil, artinya seorang muslim, baligh, berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan hal-hal yang menurunkan kehormatan.
  3. Rawi dhabith, artinya bagus hafalannya, bukan pelupa, banyak ragu-ragu, atau banyak salah (tangkap).
  4. Terhindar dari syadz (kejanggalan), artinya tidak mengandung kontradiksi dengan riwayat yang lebih kuat.
  5. Terhindar dari ‘illah (cacat), artinya sebab tersembunyi yang dapat menggugurkan kesahihahnnya.
  • Shahih Li Ghairihi, yakni Hadits Hasan Lidzatihi yang memiliki sanad lain yang sama kualitasnya atau lebih kuat sehingga meningkatkan status hadis menjadi Shahih Lighairihi (sahih karena lainnya).
  • Kitab-kitab Hadits Sahih adalah:
  1. Kitab khusus Hadits Shahih, Shahih Bukhari dan Muslim.
  2. Kitab-kitab Sunan.
  3. Kitab-kitab lain yang memuat Hadits Shahih.

2) Hadits Hasan
  • Hadits Hasan adalah Hadis yang sanadnya bersambung diriwayatkan oleh rawi yang adil tapi kurang kuat hafalannya, terhindar dari syadz dan ‘illah.
  • Hadits Hasan Lighairihi, adalah Hadis Dha’if yang memiliki berbagai sanad  yang saling menguatkan satu dengan lainnya, asalakan sebab kedhaifannya “bukan” karena buruknya hafalannya, atau terputus sanadnya, atau rawi yang majhul (tidak dikenal), fasik, atau pendusta.
  • Hadits Hasan dipopulerkan oleh Imam Tirmidzi (w. 279 H). Sebelumnya digolongkan kepada Hadis Dha’if yang diterima.
  • Perkataan Imam Tirmidzi Hadits “Hasan Shahih”, artinya bahwa Hadits tersebut memiliki 2 Sanad, yang satu berkualitas Shahih dan yang lain berstatus Hasan.
  • Perkataan Imam Abu Dawud (w. 275 H) Hadits Shalih mencakup Shahih dan Hasan.
  • Sumber Hadits Hasan banyak terdapat dalam kitab Sunan Empat, Musnad Ahmad, dll.
  • Hadis Shahih dan Hadis Hasan merupakan Hujjah dalam agama, baik dalam Ushul maupun Furu’.

3) Hadits Dha’if
v  Hadts Dha’if, adalah Hadis yang tidak memenuhi persyratan Shahih dan Hasan.
v  Sebab kedha’ifan Hadits terkait 2 faktor:
  1. Faktor ketidakbersambungan sanad.
Urutannya: Mu’dhal, munqathi’. Muallaq, mudallas, dan mursal.
  1. Faktor selain ketidakbersambungan sanad. Urutannya : Maudhu’, Matruk, Mathruh, Mudraj, Maqlub, Munkar, Mu’allal, Syadz, Mudhtarib, Mushahhaf.
  • Dha’if karena faktor sanad tak bersambung
    • Mu’dhal, adalah Hadits yang sanadnya putus pada 2 rawi secara berturut-turut.
    • Munqathi’, adalah Hadits yang sand putus pada 1 rawi, asal tidak menyerupai muallaq, mu’dhal, atau mursal.
    • Muallaq, adalah Hadits yang dibunag sandnya pada awal sanad satu rawi atau lebih secara berturut-turut.
    • Mudallas, yakni Hadits yang diriwayatkan rawi dengan cara menyembunyikan seorang rawi lemah pada sanad untuk membuat kesan baik pada sanad.
    • Mursal, yakni Hadits yang sanadnya terputus pada sanad sahabat. Artinya tabiin meriwayatkan langsung dari Rasulullah SAW.


  • Dha’if karena faktor lain
    • Hadits maudhu’, adalah Hadits yang dibuat-buat dan dipalsukan atas nama Rasul saw atau sahabat, atau tabiin. Tapi jika digunakan secara umum berarti Hadits palsu yang disandarkan kepada Nabi saw.
    • Cara mengetahui Hadits palsu:
  1. Bertentangan dengan akal sehat dan tidak mungkin ditakwil, atau bertentangan dengan fakta sejarah dan eksperimen yang pasti.
  2. Bertentangan dengan petunjuk makna ayat al-Qur’an yang qathiy (pasti), atau hadis mutawatir, atau pengetahuan agama yang sudah pasti, aksioma (al-ma’lum min al-din bi al-dharurah).
  3. Hadis tentang perkara yang besar tapi hanya diriwiyatkan seorang saja.
  4. Memberikan siksa yang sangat berat dengan dosa yang remeh, tapi memberikan pahala yang sangat besar dengan amal yang remeh.
  5. Pemalsu mengakui perbuatannya.
  6. Pemalsu memberikan statement yang mirip pengakuan.
  7. Perawi dikenal sebagai pembohong.
  8. Ada indikasi rawi adalah pemalsu hadis, seperti pengikut sekte Rafidhah yang dikenal mengkultuskan Ali ra.
  9. Bahasanya kasar dan maknya tak berisi.
10.  Melakukan penelitian hadis secara mendalam.

  • Modus pemalsuan hadis dilakukan dengan  cara:
  1. Pemalsu hadis membuat perkataan sendiri lalu dinisbatkan kepada Nabi saw.
  2. Pemalsu hadis mengambil kata-kata hikmah dari para sahabat, filosof, ilmuan, Israiliyyat, atau lainnya lalu dinisbatkan kepada Nabi saw.
  • Faktor yang mendorong pemalsuan hadis
  1. Munculnya firqah-firqah (sekte) diantara kaum muslimin.
  2. Konflik politik.
  3. Merusak agama dari dalam dengan cara menyebarkan keragua-raguan dan penghancuran agama.
  4. Kejahilan sebagian ahli zuhud dan tasawwuf.
  5. Mencari popularitas dan dan harta.
  6. Ingin dianggap alim dan menutupi kebodohan.
  • Hadits Matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dituduh berbohong, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.
  • Hadits Matruh, adalah hadis dhaif yang turun statusnya dan lebih tinggi dari palsu.
  • Hadts Mudraj, adalah hadis yang mana rawi menyisipnya kalimatnya sendiri  dalam hadis, atau merubah susunan sanad.
  • Hadits Maqlub adalah hadis bila rawi merubah sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik dlam matan maupaun sanad.
  • Hadits Munkar, adalah hadis lemah yang bertentangan dengan riawayat yang kuat.
  • Hadits Mu`llah adalah hadis yang terdapat cacat tersembunyi padahal secar lahir nampak bersih dari cacat.
  • Hadits Syadzz adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah tapai bertentangn dengan rawi yang lebih tsiqah dari sisi kualitas maupun jumlahnya.
  • Hadits Mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan dengan berbagai aspek kontradiktif, dan tidak mungkin dilakukan tarjih (memilih yang lebih kuat).
  • Hadits Mushahhaf, adalah hadis yang berubah susunan katanya dari redaksi asli baik lafadz maupun maknanya.
  • Hukum Hadits Dha’if boleh diamalkan secara mutlak, selama tidak ada hadis lain, selama tidak terlalu parah dha’ifnya, seperti Matruk, Maudhu’.  Pendapat Imam Ahmad.
  • Boleh diamalkan dalam fadhail amal (mendorong amal sunnah dan menjauhi makruh). Pendapat jumhur ulama.
  • Ibn Hajar (w. 896 H) memberikan syarat:
  1. Tidak parah kedha’ifannnya, sperti rawi pendusta, dituduh pembohong, atau banyak salah kutip.
  2. Memilki sandaran syara’.
  3. Tidak meyakini sebagai hadits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar